Bebegig Ramaikan Festival Budaya

[tie_list type=”minus”]Atribut Berasal dari Hasil Bumi [/tie_list]

BANDUNG – Festival Budaya Masyarakat Adat Jawa Barat ke-2 diramaikan oleh parade bebegig. Orang-orangan sawah itu dihadirkan untuk memperkenalkan kebudayaan Jawa Barat (Jabar) kepada para delegasi Konferensi Asia Afrika (KAA) di Ecowisata dan Budaya Alam Santosa, Pasir Impun, Kabupaten Bandung.

Kesenian Bebegig berasal dari daerah Sukamantri yang terletak di Kabupaten Ciamis. Kesenian ini ikut mengiringi ketika seluruh delegasi menuju bukit untuk penanaman pohon. Bebegig ini berbeda dengan bebegig yang sering diketahui kebanyakan orang. Bukan orang-orangan sawah biasa, melainkan boneka besar dengan rupa yang cukup seram.

Boneka bebegig akan bergerak jika digerakkan oleh seseorang. Orang tersebut harus masuk dan menggerakkannya, seperti Ondel-ondel. Bebegig ini menjadi kesenian khas di Desa Sukamantri. Dahulu, bebegig ini menjadi hiburan bagi para pemburu. Namun sekarang, bebegig hanya diadakan sebagai hiburan upacara adat atau kegiatan-kegiatan adat lainnya.

Relawan festival Deni Baladdewa, 26, mengatakan, bebegig sangat berkaitan erat dengan wilayah sebelah utara Desa Sukamantri yang disebut Tawang Gantungan. Sebuah hutan larangan yang masih dianggap keramat dan angker. Masyarakat sekitar mempercayai tempat itu sebagai bekas kerajaan. Yakni, kerajaan milik Prabu Sampulur adalah tokoh yang dahulu pernah berkuasa di wilayah tersebut.

Memiliki keindahan alam yang sangat luar biasa, banyak orang ingin mengambil apa yang terdapat di wilayah Sampulur. Karena akan membahayakan lingkungan alam sekitar. Prabu Sampulur membuat topeng dari kulit kayu menyerupai wajah, namun menyeramkan. Ini dimaksudkan untuk menakut-nakuti orang yang akan merusak alam Tawang Gantungan.

Rotan badak atau pohon bubuay digunakan sebagai rambut bebegig. Pohon bubuay ini adalah pohon yang hanya ada dan tumbuh di hutan. Bunganya dijadikan sebagai atribut bebegig. Mahkotanya menggunakan daun dari pohon waregu. Daun yang digunakan hanya yang memiliki ruas berjumlah lima. Kemudian untuk pakaiannya menggunakan ijuk.

Semua yang digunakan sebagai atribut bebegig berasal dari hasil bumi daerah setempat. Tentunya memiliki filosofi tertentu seperti bunga bubuay. ’’Meskipun bercabang, tapi tetap satu batang. Maksudnya walaupun kita beranekaragam adat tapi tetap satu tujuan,” ungkapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan