JAKARTA – Presiden Joko Widodo bersikap blunder. Setelah Perpres No 39/2015 tentang DP mobil pejabat banyak dipermasalahkan, presiden malah berdalih saat tanda tangan, dia tidak membaca detil draf perpres. Sehingga, kenaikan DP mobil untuk pejabat tidak terpantau.
’’Tidak semua hal itu, apa itu, saya ketahui 100 persen,’’ ujar Presiden Jokowi, di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, kemarin (5/4). Menurut dia yang baru saja mendarat dari Solo itu, tugas men-screening seharusnya dilakukan para pembantunya di kabinet. Khususnya, terkait dampak apakah keputusan yang akan ditandatangani berakibat baik atau tidak untuk negara.
Presiden menambahkan kalau terkadang tidak terlalu rinci meneliti satu per satu hal-hal yang perlu ditandatanganinya. Hal itu mengingat, dalam tugas sehari-hari, dia harus dihadapkan pada tumpukan berkas untuk ditandatangani. ’’Apakah saya harus cek satu-satu? Berarti nggak perlu ada administrator lain dong kalau presiden masih mengecek satu-satu,’’ keluhnya.
Meski demikian, Jokowi menolak kalau dianggap telah kecolongan. Dia hanya heran, materi tentang fasilitas uang muka mobil bagi pejabat negara itu tidak sampai dibahas di rapat kabinet, atau setidaknya di rapat terbatas. ’’Tidak lantas disorong-sorong seperti ini,’’ tambahnya.
Meski belum memastikan langkah selanjutnya yang akan diambil, presiden sadar kalau kebijakan tersebut tidak berada di waktu yang tepat. Hal itu terkait dengan kondisi ekonomi terkini, sisi keadilan di masyarakat, dan kenaikan BBM. ’’Coba, nanti saya lihat lagi,’’ kata Jokowi. Presiden memberi sinyal akan mengevaluasi perpres tersebut.
Berdasar dokumen Perpres No. 39/2015 yang ada, Jokowi membubuhkan tandatangannya sebagai presiden pada 20 Maret 2015. Tiga hari berikutnya, 23 Maret 2015, perpres tersebut kemudian resmi diundangkan lewat kementerian hukum dan HAM.
Terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi ikut merespon “gejolak” publik menyikapi tunjangan uang muka (down payment/DP) membeli mobil untuk para pejabat. Dia mencoba mendudukkan masalah ini dengan merunut keluarnya Peraturan Presiden 39/2015.
Menteri yang juga politisi Partai Hanura itu menuturkan, setelah keluarnya peraturan itu maka besaran tunjangan uang muka mobil pejabat naik dari Rp 116,5 juta menjadi Rp 210 juta. Pejabat negara yang berhak mendapatkan fasilitas ini adalah anggota DPR dan DPD, hakim Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK), serta anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Yudisial (KY).