Sekolah-Sekolah Unggulan yang Didirikan Para Tokoh di Bone Bolango, Gorontalo

Selain nilai KKM, hal lain yang bisa membuat siswa terpaksa dipulangkan adalah berpacaran dan sering melanggar aturan kedisplinan.

Kegiatan belajar mengajar di MAN Insan Cendekia dilakukan Senin–Jumat, mulai pukul 07.00 hingga pukul 15.15. Setelah itu, ada ekstrakurikuler. Setiap Sabtu dan Minggu para siswa mengajar anak-anak di TPA (taman pendikan Alquran) di kampung-kampunng. Minggu mereka mendapat jatah pesiar atau jalan-jalan ke Kota Gorontalo. Jadwal pesiar diatur setiap dua pekan sekali. Jadwal siswa laki-laki dan perempuan tidak bersamaan. Kalau pekan ini jatah siswa perempuan, pekan depan jatah siswa laki-laki.

”Selama pesiar, mereka wajib mengenakan jas almamater. Kami sewa betor (becak motor) untuk mengantar mereka ke kota,” ungkap pria asal Solo itu.

Meski pihak sekolah membolehkan siswa membawa HP, siswa tetap harus mematuhi aturan yang ketat. Misalnya, HP tidak boleh terhubung dengan internet. Selama siswa belajar, HP disimpan di loker khusus. Mereka boleh menggunakan HP pada jam tertentu di hari Sabtu dan Minggu.

Para siswa juga dibatasi dalam membawa uang. Orang tua boleh mengirim uang kepada anaknya maksimal Rp 500 ribu per bulan. Para siswa hanya bisa menggunakan uangnya untuk jajan maksimal Rp 7.500 per hari.

”Kartu pelajar kami juga bisa berfungsi sebagai ATM,” jelas alumnus program doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta itu.

Selama ini, 90 persen lulusan MAN Insan Cendekia diterima di PTN terkemuka. Tahun lalu 97 persen masuk PTN, yakni ITB (11 persen), ITS (2 persen), UB (12 persen), IPB (13 persen), UGM (9 persen), Undip (6 persen), Unpad (7 persen), UI (6 persen), Unhas (11 persen), dan UIN (4 persen). Sisanya ke PTS terkemuka seperti Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta dan Universitas Muhammadiyah. ”Ada juga yang meneruskan kuliah ke luar negeri,” tutur Joko. (*/c10/ari/hen/bersambung)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan