BOGOR – Peristiwa tumbangnya pohon damar yang menewaskan lima orang pengunjung di Kebun Raya Bogor (KRB) Minggu (11/1), tak bisa hanya dianggap sebuah bencana alam. Polisi mulai mencium adanya dugaan kelalaian pihak pengelola KRB.
Kejadian pohon tumbang di KRB bukanlah yang pertama. Pada 4 Juli 2005, peristiwa batang pohon menimpa pengunjung hingga tewas pernah terjadi. Saat itu, batang randu tua patah dan jatuh pas di atas 12 pengunjung yang tengah makan siang. Seorang bocah bernama Mediana Nurcahyani, 8, tewas seketika. Sedangkan 11 lainnya luka-luka.
Dua tahun berselang, tepatnya 1 Juni, puting beliung meluluhlantakan KRB. Sebanyak 124 pohon berusia 100 tahun bertumbangan. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Di akhir tahun kemarin, tiupan angin juga menumbangkan 18 pohon.
Salah satu faktor peristiwa nahas ini terus berulang akhirnya terungkap, pasca tumbangnya pohon damar yang memakan lima nyawa, Minggu lalu. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pengelola, ternyata tak memiliki alat pendeteksi kondisi pohon.
Sebagai salah satu kebun botani terbesar di tanah air, LIPI hanya melakukan pengawasan kondisi pohon dengan cara tradisional. Yakni hanya melihat dengan kasat mata. Arsitektur Lansekap, Nirwono Joga menyebut ada Standar Operasional Procedure (SOP) yang terlewat oleh pengelola KRB sehingga ada pohon yang tumbang namun tidak terdeteksi sebelumnya.
Nirwono juga menyebut pihak KRB terlihat konyol, karena tidak memiliki alat pendeteksi keropos. Pasalnya, sebagai sebuah lokasi rekreasi, semestinya KRB memiliki peta kerawanan pohon-pohon koleksinya. ’’Ini kan ada kelalaian namanya,’’ kata Nirwono.
Padahal, memetakan kerawanan pohon, terutama tingkat kekeroposon pohon adalah SOP utama di tempat rekreasi. Apalagi di Kebun Raya Bogor. ’’Saya heran, padahal di Bogor itu ada IPB. Di IPB itu ada laboratorium pohon. Kami saja Jakarta selalu memakai orang-orang IPB untuk mengecek kondisi pohon di Jakarta. Kok KRB justru tidak kerjasama dengan IPB,’’ ucap Nirwono terheran-heran.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo berpendapat sama. Dia menegaskan, LIPI telah diduga melakukan kelalaian hingga peristiwa tewasnya pengunjung bisa terulang.