KPK Segel Gudang Milik Terdakwa Dirut PT CMIT di kawasan Industri Bojongsoang

PT CMI Teknologi lalu melakukan subkontrak dan pembelian sejumlah barang yang termasuk pekerjaan utama ke 11 perusahaan.

“Pada akhir Oktober 2016 bertempat di daerah Menteng Jakarta Pusat, terdakwa memberikan selembar cek Bank Mandiri kepada Hardy Stefanus senilai Rp3,5 miliar untuk diberikan kepada Ali Fahmi sebagai realisasi komitmen fee atas diperolehnya proyek backbone di Bakamla,” ujar jaksa Feby.

Hardy lalu mencairkan dalam bentuk dolar Singapura sebesar Rp3 miliar dan sisanya Rp500 juta dalam bentuk rupiah. Hardy lalu menyerahkan kepada Ali Fahmi di gerai Starbucks dekat PRJ Kemayoran saat pameran Indo Defense.

“Hingga batas akhir 31 Desember 2016, terdakwa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut, bahkan ada sejumlah alat yang baru dapat dikirim dan dilakukan instalasi pada pertengahan 2017,” kata jaksa Feby pula.

Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Bakamla juga tidak pernah melakukan pengecekan ke lapangan atas kesesuaian jumlah alat yang telah diadakan, namun hanya berdasarkan dokumen laporan dari PT CMI Teknologi dan menyampaikan kemajuan sebesar 81,25 persen.

Namun, Bambang Udoyo selaku PPK tetap menyetujui pembayaran PT CMI Teknologi seperti saran Juli Amar Ma’ruf yaitu sebesar Rp134,416 miliar.

“Dari jumlah tersebut, ternyata biaya pelaksanaan hanya sebesar Rp70,587 miliar, sehingga terdapat selisih sebesar Rp63,829 miliar sebagai yang merupakan keuntungan dari pengadaan backbone di Bakamla. Adapun nilai keuntungan tersebut dikurangi dengan pemberian kepada Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar, sehingga terdakwa selaku pemilik PT CMI Teknologi mendapat penambahan kekayaan sebesar Rp60,329 miliar,” ujar jaksa Feby.

Pengadaan “backbone” yang dilaksanakan oleh PT CMI Teknologi tersebut pada akhirnya tidak dapat dipergunakan sesuai tujuan yang diharapkan karena kualitas sistemnya belum berfungsi dengan baik, sebagaimana tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan fisik oleh Tim Ahli Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tanggal 29 Oktober 2019 yang menyatakan bahwa meskipun semua “Bill of Material” yang telah dijanjikan dalam kontrak dapat dipenuhi oleh kontraktor namun secara fungsi tidak dapat didemonstrasikan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan.

Atas perbuatannya, Rahardjo didakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan