Publik Harus Bisa Bedakan Hasil Survei Kajian Akademis Atau Rekayasa

Para lembaga survei melakukan survei opini publik dan quick count dengan dasar metodologi dan kerangka scientific yang sangat baik, sehingga hasilnya terbukti.

Tak bisa dipungkiri, lanjut Sirajudin, peristiwa di tahun 2014 masih menjadi bahan perbincangan di kalangan politisi, partai politik dan publik secara luas.

Menurutnya selalu ada ancaman resiko dan jika pertentangan-pertentangan tersebut menjalar ke publik bisa menimbulkan konflik horizontal serta bisa menurunkan kepercayaan publik pada penyelenggara Pemilu.

“Contohnya dari tuduhan Pemilu tidak dilakukan secara adil itu bisa keluar juga, tuduhan keberpihakan pemerintah dan aparat keamanan selama masa Pemilu juga bisa keluar, hanya gara-gara perbedaan di dalam kesimpulan yang disampaikan lewat beberapa survei opini publik. Itu jika kita pelajari dari peristiwa di 2014 yang lalu,” katanya.

Sedangkan untuk saat situasi politik di tahun 2019 ini, Sirajudin menjelaskan perlunya mengetahui kredibilitas sebuah lembaga survei politik yang baik dan bisa menjadi rujukan yakni ada empat faktor.

“Pertama reputasinya, rekam jejak sebelumnya seperti apa. Baik pada saat Pilpres dan Pileg maupun Pilkada. Kedua terletak pada SDM Ketiga adalah seberapa jujur lembaga survei itu menyampaikan metodologinya pada saat presentasi, karena ada yang melaporkan hasil survei hanya kesimpulannya saja tapi metodologinya tidak dilaporkan secara saintifik itu problematik,” terangnya.

“Sedangkan yang Keempat, saya kira soal runutan apa temuan survei ini bisa dicapai, dari mana prosesnya? misalnya cara bertanya harus dijelaskan dan juga bagaimana temuan itu di disampaikan ke publik,” imbuh Sirajudin.

Sirajudin kembali memaparkan, terkait hasil survey itu realita atau sebaliknya dan seberapa menyesatkan atau tidak menyesatkan tergantung seberapa baik integritas lembaga survei menjalankan dan melaporkanya

“Karena kita juga tidak menolak bahwa ada juga yang curang itu, tidak melakukan survei dengan baik tetapi melaporkan seolah-olah melakukan survei. nah itu yang membuat kebingungan di tengah masyarakat,” ujarnya.

Quick count dengan survei berbeda, dimana Quick count lebih mudah dibanding dengan survei dan lebih pasti. Disebabkan Quick count yang dicatat hanya hasil akhir TPS yang sudah disetujui oleh para saksi di TPS.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan