Bangun Jembatan Penghubung Patimban

BANDUNG—Pemerintah memastikan pembangunan jalan akses penghubung Patimban dari Pamanukan sepanjang 8,2 kilometer akan segera dibangun.

Sekda Jabar Iwa Karniwa mengatakan dari penandatanganan kesepakatan antara Dirjen Bina Marga dengan Kedutaan Besar Jepang dan JICA bersama Pemprov Jabar yang diwakili pihaknya di Jakarta, Selasa (14/8/2018) pembangunan jalan akses penghubung dari Pamanukan menuju Patimban tuntas pada akhir 2019.

Pembangunan jalan akses Patimban sendiri akan dikerjakan oleh pihak Simiju Corporation, PP Perumahan dan PT Cipta Bangun Kontraktor sepanjang 8,2 kilometer. Berdasarkan kesepakatan fisik ini akan dibiayai dari pinjaman JICA yang mencapai Rp1,27 triliun. “Biaya itu sudah termasuk dengan paket supervisi, untuk 18 bulan pengerjaan” ujarnya.

Rencananya jalan akses ini akan tersambung dengan akses tol Cipali sepanjang 37 kilometer sehingga total panjang tol nantinya menjadi 45,2 kilometer. Untuk akses sendiri Iwa memastikan tinggal dilakukan konstruksi dan pengawasan mengingat pembebasan lahan sudah tuntas. “Rencana akhir 2019, tapi kita dorong supaya lebih cepat lagi,” tuturnya.

Proyek jalan penghubung sendiri dengan panjang 8,2 kilometer akan membangun jalan sepanjang 5,9 kilometer, jalan layang 1,6 kilometer dan timbunan 0,96 kilometer. Jalan tersebut akan dibangun dua arah dengan kapasitas empat lajur. “Jalan ini tersambung dengan ruas nasional Pantai Utara Jawa,” katanya.

Iwa memastikan Pemprov Jabar akan berperan maksimal guna memuluskan pembangunan fasilitas pendukung tersebut seperti urusan penetapan lokasi dan penyelesaian persoalan yang muncul di lapangan.”Soal koordinasi, agar Patimban bisa lebih cepat selesai dari target,” ujarnya.

Menurutnya pembangunan akses tol Cipali juga perlu didorong bersamaan karena berdasarkan target Pelabuhan Patimban sudah bisa beroperasi pada Februari 2020. Iwa menilai PT Jasa Marga yang mendapat konsesi untuk membangun tol tersebut bisa mengerjakan ini secara paralel. “Supaya seiring dengan penyelesaian Patimban, kalau jalan akses untuk tolnya sudah siap,” paparnya.

Terkait pembebasan lahan di areal pelabuhan, Iwa Karniwa mengatakan dari keseluruhan bidang tanah, sebagian besar memiliki dokumen kepemilikan atau dokumen yang menjelaskan penguasaan yang sah, seperti sertifikat, girik, dan akte jual beli tanah.

Menurutnya dalam proses ganti rugi atau kompensasi, pada kondisi lahan yang relatif sama, bukti kepemilikan selayaknya turut menentukan besaran kompensasi atau ganti rugi. Hal ini karena bukti kepemilikan merupakan bukti resmi hak atas tanah. “Makin tinggi status kepemilikan, selayaknya hak atas tanah akan makin kuat,” tuturnya. (bbs/yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan