Tersirat ia memandang kritik keras tadi sebagai hal yang biasa saja. Ketika tiba saat menjawab masalah kedatangannya yang molor, ia menjawab dengan wajah datar, tenang dan terkesan tidak emosi. Ia langsung menyampaikan permohonan maaf kepada penanya. Hal yang sudah disampaikannya di awal kedatangannya.
Ia juga menambahkan terimakasih kepada “ayahanda penanya” (Abdullah menggunakan diksi ini disertai penjelasan mengapa demikian karena ia menghormati penanya sebagai orang tua). Sampai di sini penulis masih berpikir bahwa jawaban Abdullah hanya sekedar berbasa-basi. Demikian juga alasannya paling hanya default.
Syak wasangka penulis akhirnya luruh ketika mendapat informasi bahwa sebenarnya acara reses tempo hari itu merupakan jadwal kesekian yang dilakukan oleh Abdullah. Artinya, itu merupakan jadwal reses yang kesekian pada hari yang sama. Lantas penulis mulai berpikir bahwa capek juga jadi wakil rakyat. Selama ini yang tertangkap oleh masyarakat hanya penghasilan mereka yang besar. Di balik itu ternyata bebannya juga besar, minimal tanggungjawab moril.
Baca Juga:Persib Siap Kunci Tiket 16 Besar, Bojan Hodak Minta Waspada Bangkok United yang Tanpa BebanDear Bobotoh! Ini Ungkapan Aki-Aki Gede Wadul Soal Masa Depan Dewangga di Persib
Pikiran penulis lantas melayang ke wakil rakyat di Senayan yang berjoget berujung “harus dibayar” dengan anarkisme masyarakat yang menjarah dan merusak rumah mereka. Jadi siapa yang harus disalahkan kalau masyarakat kesal melihat wakil rakyat yang terlambat, berjoget sampai pamer kekayaan di medsos? Susah juga menjawabnya. Sebagai pegiat literasi penulis hanya sebatas memberi pencerahan, artinya harus netral, paling tidak buat penulis sendiri. Dan itu juga tidak mudah..he..he.
*) penulis adalah Youtuber, penulis dan pemerhati masalah sosial kemasyarakatan
