*) Nicholas Martua Siagian adalah Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, penyuluh anti korupsi ahli muda tersertifikasi LSP KPK, alumni Kebangsaan Lemhannas RI
JAKARTA – Di awal pidato kepemimpinannya, Presiden Prabowo Subianto dengan penuh semangat menyampaikan satu cita-cita besar, yaitu memastikan tersedianya Makan Bergizi Gratis atau MBG bagi anak-anak Indonesia.
Gagasan MBG tersebut tidak hanya berulang kali ditegaskan dalam berbagai pidato Presiden Prabowo Subianto, melainkan juga telah lama dituangkan dalam karyanya yang berjudul: “Paradoks Indonesia dan Solusinya.”
Baca Juga:Perlunya Penyelia Halal di Setiap Dapur SPPGMBG Menjangkau 38 Provinsi
Dalam buku itu, Prabowo mengajak kita merenung melalui pertanyaan-pertanyaan mendasar: mengapa bangsa sebesar Indonesia tidak mampu menjamin rakyatnya cukup makan? Mengapa masih ada anak-anak yang kelaparan di negeri yang begitu kaya? Dari pertanyaan inilah MBG menemukan maknanya.
Haruskah kita melihat anak-anak di ibu kota sendiri tidak bisa tidur karena lapar? Haruskah kita biarkan rakyat berjuang setengah mati hanya untuk mencari makan setiap hari, sementara kekayaan bangsa terus mengalir ke luar negeri dan kita disuruh diam serta menerima keadaan?
Pertanyaan-pertanyaan reflektif tersebut bukanlah gagasan belaka, melainkan bentuk kontemplasi mendalam yang melandasi mengapa MBG diperlukan. Oleh karena itu, program ini bukan ide yang datang tiba-tiba, melainkan gagasan visioner yang sudah lama dipikirkan dengan berlandaskan teknokratisme dan idealisme: sebuah upaya negara untuk menjawab paradoks kemiskinan, sekaligus memperbaiki kualitas gizi dan masa depan generasi penerus bangsa.
Program MBG akhirnya resmi dimulai pada 6 Januari 2025. Implementasinya dilakukan secara bertahap, hingga mencakup seluruh jenjang pendidikan, dimulai dari PAUD hingga SMA/sederajat di semua wilayah kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kesinambungan fiskal. Dalam pelaksanaannya, bahan makan yang diolah juga menggunakan sumber pangan lokal.
Melalui Perpres Nomor 83 Tahun 2024, pemerintah menunjuk Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menjalankan tugas dalam pemenuhan gizi nasional lewat program MBG.
Hanya saja, “mulia dan optimisnya” program MBG dari Presiden Prabowo Subianto tersebut masih menghadapi tantangan serius dalam pelaksanaan di lapangan. Muncul berbagai persoalan yang patut menjadi alarm keras, mulai dari kasus anak-anak yang mengalami keracunan akibat kualitas makanan yang buruk, makanan yang basi dan berulat, hingga munculnya dugaan penyelewengan anggaran dalam pengadaan bahan pangan. Persoalan ini bukan lagi masalah teknis semata, melainkan indikasi dari kelola, tanpa tata, dan kelola secara ugal-ugalan.
