Konten Lipsus
JABAR EKSPRES – BOM meledak di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Sebanyak 800 rombongan pelajar atau siswa membatalkan studi tour, meninggalkan reruntuhan ekonomi wisata akibat larangan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.
Saat ini, pelaku wisata menjerit kesakitan. Kebijakan tanpa kajian ini bukan solusi, melainkan malapetaka, harusnya ada SOP ketat, bukan pelarangan membabi buta.
General Manager Terminal Wisata Grafika Cikole (TWGC) Lembang, Sapto Wahyudi, mengguncang fakta. “Surat Edaran (SE) larangan studi tur menghancurkan kami. Rombongan sekolah yang sudah pesan kunjungan ke Lembang ramai-ramai cancel,” keluh Sapto baru-baru ini.
Baca Juga:Dampak Larangan Study Tour Dedy Mulyadi Bikin Pelaku Usaha Travel MenjeritTragis! Remaja 14 Tahun Meninggal Dunia Usai Dilempari Batu Saat Konvoi Motor di Banjar
Hingga kini, tujuh rombongan, total 700-800 siswa membatalkan jadwal Mei-Juni 2024. “Lima sampai tujuh grup lenyap seketika,” seru Sapto.
Tak cuma batal, beberapa reschedule, sementara yang nekat jalan memilih bus premium ber-KIR. “Ada yang tunda, ada pula yang pakai kendaraan lebih aman,” ujarnya.
Tapi, ancaman membesar saat libur sekolah tiba. Pelaku wisata Lembang was-was kunjungan anjlok, diperparah tragedi maut dan SE mematikan. “Kami koordinasi ketat, siapkan istirahat nyaman buat driver, tapi hati tetap gelisah,” aku Sapto.
Badai ekonomi menghantam. PHK massal, daya beli runtuh, dan larangan studi tur mengubur harapan Lembang. Objek wisata yang mengandalkan pelajar dari berbagai daerah kini sepi, terutama saat libur panjang. Bandung Barat, andalan pariwisata, terpuruk. “Semoga ini segera usai. Kami butuh sinergi pemerintah, pengusaha, semua pihak untuk bangkit,” keluh Septo.
Di tengah krisis, Persatuan Hotel dan Restoran (PHRI) meluncurkan jurus darurat, promosi gila dan diskon menggoda buat wisatawan luar daerah, target daya beli tinggi. “Badai ini sunyi, tapi dampaknya mematikan. Kami harus bertahan,” jeritnya.
Omzet hotel dan restoran merosot, memaksa kolaborasi total. Lembang butuh keajaiban, dan larangan KDM jadi musuh utama. Pelaku wisata memohon solusi, bukan larangan yang menghancurkan. (wit/tur)
Reporter: Suwitno
