“Surat itu sangat normatif. Padahal petugas UPTD sudah turun langsung ke RSIA selama enam hari, dari 1 hingga 6 Desember 2022. Tapi tidak ada satu pun rincian temuan dilampirkan. Anehnya, dua hari setelah itu, rumah sakit membayar Rp75 juta. Kenapa hanya setelah diperiksa, baru membayar sebagian? Apakah ini kebetulan?” tanya Rizal.
Ia menilai UPTD gagal menjalankan fungsi pengawas secara independen dan tidak transparan dalam pelaporan.
Satu hal yang juga mengundang pertanyaan Rizal, adalah status RSIA Kartini sebagai fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan.
Baca Juga:Meski Sudah Disindir Gubernur Demul, Pemkab Bandung Masih Biarkan Simpang Susun Cileunyi SemrawutDua Pelaku Curas di Solokanjeruk Diamankan, Satu Masih DPO
Dalam sistem kemitraan ini, pelayanan medis yang diberikan semestinya diklaim oleh rumah sakit ke BPJS. Artinya, dana untuk membayar dokter sudah termasuk dalam klaim bulanan.
“Kalau klaim BPJS terus cair tiap bulan, kenapa gaji tenaga medis bisa menunggak? Ke mana uang klaim itu dialirkan?” kata Rizal dengan nada curiga.
Ia menduga kuat adanya penyalahgunaan dana, karena dalam beberapa bulan saat rumah sakit membayar gaji pokok, tidak ada pengakuan terhadap akumulasi tunggakan yang sudah terjadi sebelumnya.
Rizal menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya menimpa istrinya. Setidaknya lima tenaga medis lain di RSIA Kartini mengaku mengalami perlakuan serupa.
“Ada buktinya, kami pegang dokumen dan kesaksian mereka. Ini bukan kelalaian individu, ini pola yang sistemik,” ungkapnya.
Sejak 2022, Rizal telah mengirimkan pengaduan ke berbagai lembaga dari UPTD, Kemenkes, Kemenaker, hingga Komnas HAM, Ombudsman, KPK, dan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Surat serupa juga dikirimkan ke Gubernur Jawa Barat, DPRD Provinsi, hingga Presiden. Namun hingga pertengahan 2025, keadilan tak kunjung datang.
Baca Juga:Larangan Study Tour Belum Dicabut, Massa Solidaritas Pekerja Pariwisata Kompak Pasang Spanduk TerbukaDiduga Korsleting Listrik, Kontrakan di Bojonggede Bogor Ludes Terbakar
Fakta bahwa pemilik RSIA Kartini, Eisenhower Sitanggang, saat ini menjadi tersangka korupsi di sektor kesehatan, memperkuat dugaan bahwa persoalan internal rumah sakit bukan sekadar soal manajemen, melainkan bagian dari tata kelola bermasalah yang lebih besar.
“Rumah sakit ini bagian dari mata rantai persoalan pelayanan publik di Bandung Barat. Kalau upah dokter saja bisa ditahan begitu lama, bagaimana kualitas layanan kepada pasien?” tandasnya. (Wit)
