Sunyi di Awal Tahun Ajaran: MPLS SMK Tamansiswa Ditunda, Sekolah Terancam Tutup

Aturan baru MPLS tahun 2025
Aturan baru MPLS tahun 2025
0 Komentar

Di halaman SMK Tamansiswa Bandung, sunyi menyapa saat MPLS seharusnya bergema. Hanya satu siswa mendaftar, mengguncang warisan Ki Hajar Dewantara. Sekolah swasta ini kini terancam tutup, menanti keajaiban untuk menghidupkan kembali semangat pendidikan yang mulai pudar.

MUHAMAD NIZAR, Bandung, Jabar Ekspres

SUNYI. Kata itu seolah merangkum suasana di Perguruan Tamansiswa Cabang Bandung pada Senin pagi yang seharusnya ramai dengan semangat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Namun, di halaman sekolah yang berdiri megah dengan gedung tiga lantai, tak ada tawa anak-anak, tak ada langkah penuh antusias menyambut tahun ajaran baru itu.

Hanya keheningan yang menyapa, seakan mencerminkan luka mendalam di hati sekolah yang pernah menjadi kebanggaan. Warisan Ki Hajar Dewantara, sang pelopor pendidikan nasional, kini terancam tutup sementara—hanya karena satu siswa yang mendaftar.

Baca Juga:DPRD Cimahi Lirik Inovasi Ubah Sampah Jadi BBM di Bank Sumber Daya Sampah Induk Melong RW 26  Prihatin Soal Kasus Penjualan Bayi, Bupati Bandung Instruksikan Camat dan Kades Tingkatkan Pengawasan

Kepala Sekolah SMK Tamansiswa, Wawan Wulantara, duduk di ruang kerjanya dengan raut wajah yang penuh keprihatinan. Di hadapannya, meja yang biasanya dipenuhi tumpukan dokumen pendaftaran kini tampak kosong. “Miris, Kang. Hanya satu orang yang terdaftar,” ujarnya lirih kepada Jabar Ekspres pada Senin, 14 Juli 2025.

Kata “miris” bukan sekadar kiasan, melainkan ungkapan yang berulang kali terlontar dari bibirnya, mencerminkan beban berat yang dipikulnya. Dari enam calon siswa yang sempat mendaftar, lima di antaranya “ditarik” ke sekolah negeri. Akibatnya, MPLS terpaksa ditunda, dan masa pendaftaran diperpanjang satu minggu dengan harapan yang kian menipis.Pantauan di lokasi memperlihatkan pemandangan yang kian memilukan.

Ruang-ruang kelas di gedung tiga lantai itu kosong melompong. Di dinding-dinding, spanduk bertuliskan “Penerimaan Peserta Didik Baru SMK Tamansiswa” masih terpampang, namun seolah berteriak dalam kesunyian. “Mudah-mudahan ada yang tertarik,” harap Wawan, meski nada suaranya tak bisa menyembunyikan keputusasaan.

Tak hanya SMK, SMP dan SMA Tamansiswa pun bernasib serupa. Jumlah pendaftar SMP tak cukup untuk mengisi satu kelas, sementara SMA hanya mendapat lima pendaftar. “Masih kurang. Tidak memungkinkan memulai dengan jumlah segitu,” tuturnya dengan suara yang tercekat.

0 Komentar