JABAR EKSPRES – Media sosial kembali diguncang oleh kemunculan video viral yang dikaitkan dengan sosok Andini Permata dan seorang anak kecil yang dalam istilah warganet kerap disebut bocil.
Video tersebut menyebar cepat di berbagai platform media sosial, yang mengundang rasa penasaran netizen.
Namun, seiring makin ramainya perbincangan, pertanyaan besar pun muncul.
Siapa sebenarnya Andini Permata? Dan apa isi yang ada di dalam video tersebut?
Baca Juga:Enam Dekade Telkom: Langkah Cepat, Tumbuh Bersama untuk Masa Depan Digital IndonesiaTak Perlu Antre! Begini Cara Perpanjang SIM dari Rumah
Asal-Usul Nama Andini Permata
Nama Andini Permata tiba-tiba menjadi trending tanpa jejak atau latar belakang yang jelas.
Tidak ada akun media sosial resmi, tidak ada profil publik, dan tidak ada klarifikasi dari pihak mana pun yang bisa menguatkan keterlibatan sosok ini dalam video viral yang dimaksud.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa nama tersebut sengaja digunakan untuk clickbait, sekadar memancing klik dan trafik demi keuntungan pihak-pihak tertentu.
Taktik semacam ini sudah sering terjadi di dunia digital, memanfaatkan rasa penasaran masyarakat untuk menyebarkan konten palsu atau menyesatkan.
Isi Video Viral Andini Permata dan Bocil
Isi dari video viral yang beredar disebut-sebut menampilkan adegan tidak pantas antara perempuan muda dan seorang anak.
Klaim ini tentu memicu kemarahan publik, dan banyak warganet berlomba berburu “link full video” melalui berbagai kata kunci.
Namun nyatanya, sebagian besar tautan yang beredar justru mengarah ke situs mencurigakan, grup Telegram ilegal, bahkan iklan atau konten berbahaya yang dapat merusak perangkat atau mencuri data pribadi.
Baca Juga:Telkomsel Ajak UKM Lokal Makin Canggih dengan AI di Digital Creative Entrepreneurs (DCE) Summit 2025Cara Cek BSU Lewat Pospay, Segera Ambil Rp600 Ribu di Pos Indonesia Jika Muncul Kode ini
Hingga kini, tidak ada bukti autentik yang menunjukkan bahwa video tersebut memang melibatkan tokoh bernama Andini Permata.
Media kredibel pun belum pernah memverifikasi keaslian konten yang beredar luas itu.
Meski tampak sepele, mengakses atau membagikan konten semacam ini bisa berakibat fatal.
Menyebarkan konten asusila atau eksploitasi anak bisa dijerat pidana dengan hukuman berat.
Banyak tautan palsu menyisipkan malware atau pencuri data pribadi.
Dan jika benar video itu melibatkan anak, maka penyebarannya hanya memperburuk trauma dan memperkuat budaya kekerasan digital.
Di era digital yang serba cepat ini, pengguna media sosial dituntut untuk cerdas dan kritis.
