Menukar Manusia dengan Jin? Analogi Ustadz Adi Hidayat Soal NFT dan Kripto Menurut Hukum Islam

NFT dan Kripto Menurut Hukum Islam
NFT dan Kripto Menurut Hukum Islam
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Cryptocurrency dan seluruh turunannya dalam ekosistem blockchain seperti NFT (Non-Fungible Token), Bitcoin, dan aset kripto lainnya—pada dasarnya tidak menolak kemajuan zaman. Justru, teknologi ini hadir untuk mengakomodasi dan mengapresiasi berbagai bentuk kemajuan yang telah dicapai.

Apakah kripto haram atau halal dalam hukum syariat Islam? Ustadz Adi Hidayat menjelaskan hal ini.

Ketika saya memberikan sebuah peci kepada Anda—dengan nilai atau ukuran tertentu yang umum disepakati dan wajar—peci tersebut dapat ditukar dengan uang yang nilainya sebanding. Anda memberikan uangnya, saya menyimpannya di saku, lalu Anda mengambil peci tersebut dan menyimpannya sesuai kebutuhan.

Baca Juga:Mining Bitcoin Gak Bisa Pakai Laptop Biasa! Ini Penjelasan Lengkapnya4 Trik Ampuh Memunculkan Fitur Dana PayLater yang Sering Terlewatkan

Dalam transaksi ini, terjadi pertukaran yang seimbang antara dua benda yang benar-benar ada secara fisik. Nilainya bisa diukur dan keduanya hadir dalam bentuk nyata.

Sekarang mari kita tarik pembahasan ini ke dunia blockchain. Misalnya, ada sebuah karya digital yang ditampilkan melalui NFT. Karya ini memiliki bentuk, dapat dilihat, dan ditampilkan dalam galeri digital. NFT pada dasarnya adalah sebuah marketplace yang berfungsi sebagai media untuk mewadahi transaksi menggunakan cryptocurrency. Tanpa adanya media seperti NFT, maka cryptocurrency pun akan sulit untuk digunakan secara praktis.

Dalam konteks NFT, karya digital tersebut diberi nilai tertentu, disimpan di dalam blockchain, dan dicatat secara permanen serta tidak dapat dimanipulasi. Catatan digital ini sangat penting karena menjamin keaslian dan keabsahan kepemilikan aset.

Meski karya digital tersebut dapat ditampilkan, dicetak, atau dihadirkan secara visual, namun untuk memilikinya secara sah diperlukan transaksi menggunakan mata uang digital seperti Ethereum. Di sinilah muncul pertanyaan penting: Ethereum sebagai alat tukar tidak memiliki bentuk fisik. Ia hanya hadir dalam bentuk angka digital, misalnya 0,5 ETH atau 1 ETH, dan sebagainya.

Maka timbul persoalan filosofis: bagaimana mungkin menukarkan sesuatu yang wujudnya ada (misalnya karya seni digital) dengan sesuatu yang secara fisik tidak terlihat atau tidak berwujud? Analogi sederhananya, seperti ingin menukar manusia dengan jin—yang satu memiliki wujud nyata, yang lain tidak tampak. Ini tentu tidak sepadan.

0 Komentar