JABAR EKSPRES – Kebijakan pemerintah terhadap kelestarian lingkungan dan menjaga ekosistem alam, dinilai tak memberikan dukungan dan hanya mementingkan pengusaha saja.
Ketua Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Nasional, Dedi Kurniawan menilai, Program Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) gagal.
“Bahkan bisa berakibat pada kerusakan hutan serta ketimpangan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan,” katanya kepada Jabar Ekspres melalui seluler, Senin (9/6).
Baca Juga:SDN 1 Jangalaharja 72 Tahun Berdiri, Fasilitas Rusak dan Minim PerhatianNugraha Meninggal Dunia Usai Konvoi Persib, Jeje Ritchie Beri Santunan
Diketahui, Program KHDKP merupakan kebijakan pemerintah untuk mengelola 1,1 juta hektar hutan di Pulau Jawa, yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani, dengan fokus pada perhutanan sosial dan pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, memperbaiki tata kelola hutan, dan memastikan kelestarian lingkungan.
Akan tetapi, menurut Dedi, kebijakan pemerintah itu justru membuka celah bagi para pengusaha, yang tujuannya materil dan mengabaikan keberlangsungan alam.
“Narasi Permen LHK (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan), tentang Perhutanan Sosial, kami melihat sisi positif untuk kesejahteraan masyarakat setelah Perhutani jika di Jawa dan Inhutani (PT Eksploitasi dan Industri Hutan) di luar Jawa, gagal mengelola hutan secara lestari,” bebernya.
Dedi menerangkan, bahkan kegagalan bukan sebatas pengelolaan yang buruk, tapi terlihat dari setiap tahun kerusakan hutan semakin meningkat.
“Dalih itulah yang memunculkan Program Perhutanan Sosial dengan skema pengawasan dari KLHK secara ketat, terkait kerjasama masyarakat dan BUMN atau pemerintah sebagai pengelola kawasan,” terangnya.
Dedi menjelaskan, semakin disayangkannya kebijakan pemerintah terkait lingkungan, justru dibuat atas dasar kepentingan politik, sehingga kepedulian atas kelestarian alam dinilai kian diabaikan.
Baca Juga:Pemkab Bogor Gelontorkan Rp25 Miliar atasi Sampah di TPA GalugaBongkar 45 Kasus Peredaran Narkotika dan Miras Ilegal, Polresta Bogor Amankan 56 Tersangka
“Sangat disayangkan, kepentingan politik lagi-lagi masuk dan Program tersebut ditunggangi sebagai politik praktis, oleh penguasa dan pengusaha,” jelasnya.
Menurut Dedi, kebijakan pemerintah pada Program KHDPK itu, dalam regulasinya sudah diatur, agar pihak pengusaha menjadi bagian dari Opteker Masyarakat.
Pasca UUCK (Undang-Undang Cipta Kerja) Perhutanan Sosial berganti nama menjadi KHDPK, dimana pointnya sama dan sedikit yang membedakan, bahwa pemerintah daerah dapat memiliki kewenangan atas seizin Kementerian KLHK kala itu,” ujarnya.
