Pengawasan Lemah, Privatisasi Air oleh Industri di Bandung-Sumedang Harus Segera Ditindak!

Ilustrasi: Minimnya pasokan air akibat privatisasi air oleh perusahaan swasta untuk komersil di kawasan industri wilayah Kabupaten Bandung-Sumedang. Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
Ilustrasi: Minimnya pasokan air akibat privatisasi air oleh perusahaan swasta untuk komersil di kawasan industri wilayah Kabupaten Bandung-Sumedang. Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
0 Komentar

JABAR EKSPRES  – Maraknya pengambilan air bawah tanah oleh sejumlah perusahaan di kawasan industri Bandung Timur, khususnya perbatasan Kabupaten Bandung dan Sumedang, dinilai menjadi ancaman serius terhadap lingkungan dan keberlanjutan sumber daya air.

Koordinator Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Pusat, Dedi Kurniawan, menegaskan bahwa praktik privatisasi air oleh industri harus diawasi ketat dan ditindak tegas apabila terbukti melanggar izin atau tidak memiliki izin sama sekali.

“Di kawasan industri itu, praktik pengambilan air bawah tanah sudah jadi rahasia umum. Beberapa perusahaan hanya memiliki izin satu titik, tapi praktiknya bisa sampai empat titik,” ujar Dedi kepada Jabar Ekspres, belum lama ini.

Baca Juga:Sanad Gagal Berangkat ke Tanah Suci, Ratusan Jemaah Lainnya Dilepas Penuh HaruBandung Caang: 4.500 Lampu Baru Bakal Dipasang Pada Triwulan Ketiga, Gelontorkan Dana Rp54 Miliar

Menurutnya, praktik seperti ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari pemerintah yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air.

“Pemerintah wajib mengungkap praktik-praktik seperti ini. Kalau tidak diawasi, eksploitasi berlebihan bisa menimbulkan bencana ekologis dan merugikan masyarakat sekitar,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dedi mengungkap adanya informasi bahwa beberapa titik pengambilan air sengaja disembunyikan, bahkan diduga berada di area tertutup dalam lingkungan perusahaan.

“Ada informasi bahwa titik bor air bawah tanah justru ditempatkan di bawah ruangan manajer agar tak terdeteksi,” katanya.

Privatisasi air, lanjutnya, adalah kegiatan komersial terhadap sumber daya air yang seharusnya dikelola secara adil dan berkelanjutan. Aktivitas ini perlu mendapat pengawasan ketat dari proses perizinan hingga operasional.

“Izin satu titik itu harus dikontrol dari awal pembangunan. Masalahnya, pengawasan seperti ini hampir tidak terjadi. Bisa jadi ada praktik suap atau uang pelicin agar aktivitas ilegal dibiarkan,” ungkap Dedi.

Ia menegaskan, jika terbukti ada pelanggaran, maka tindakan tegas harus diambil dengan menutup titik-titik sumur ilegal tersebut.

Baca Juga:Jadi Tempat Dugaan Pelecehan 8 Santriwati, Pondok Pesantren di Soreang Ini Ternyata Tak BerizinSoroti Aksi Walk Out PDIP,  Respons Ketua DPRD Jabar: Hak dan Dinamika!

“Kalau perusahaan hanya melaporkan satu titik, tapi ada tiga lainnya yang ilegal, ya harus ditindak. Bahkan sering kali mereka sudah ‘siap’ saat akan disidak—berarti ada kebocoran informasi dari dalam,” tegasnya.

0 Komentar