Angka Kejadian Penyakit Kardiovaskular Terus Meningkat, PERKI Luncurkan Deklarasi InaPrevent 2025 di Bandung

JABAR EKSPRES — Angka kejadian penyakit kardiovaskular (PKv) di Indonesia terus mengalami peningkatan. Menanggapi situasi darurat kesehatan tersebut, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) resmi meluncurkan Deklarasi InaPrevent 2025 di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (10/5/2025).

Inisiatif nasional itu bertujuan untuk memperkuat upaya pencegahan dan rehabilitasi penyakit jantung dan pembuluh darah secara menyeluruh dan terintegrasi.

“Penyakit kardiovaskular adalah silent killer yang dapat dicegah sejak dini dengan pendekatan komprehensif mulai dari promosi gaya hidup sehat, deteksi dini, hingga rehabilitasi pasca kejadian sakit jantung,” ujar Ketua PERKI, dr. Ade Meidian Ambari, SpJP(K).

Menurutnya, upaya pencegahan tidak berhenti di ruang praktik. Edukasi, kolaborasi komunitas, dan keberpihakan kebijakan adalah kunci.

“Kami ingin menjadikan prevensi sebagai budaya dan rehabilitasi sebagai hak bagi semua penyintas kardiovaskular di Indonesia,” tambah dr. Ade.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2019, sekitar 17,9 juta orang meninggal setiap tahunnya karena PKv, menyumbang 32% dari total kematian global. Di kawasan Asia Tenggara, beban mortalitas dari penyakit ini juga sangat besar, dengan lebih dari 8,1 juta kematian tercatat dalam tahun yang sama.

“Di Indonesia, data dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) menunjukkan bahwa pada tahun 2019 terjadi 651.481 kematian akibat penyakit kardiovaskular, terdiri atas 331.349 kematian karena stroke, 245.343 kematian akibat penyakit jantung koroner, 50.620 kematian terkait penyakit jantung hipertensi. Sisanya akibat bentuk lain dari penyakit kardiovaskular,” tutur dr. Ade.

Ia menjelaskan, beban finansial yang ditimbulkan oleh penyakit ini juga sangat besar. Data BPJS Kesehatan pada tahun 2022 menunjukkan bahwa layanan kesehatan untuk penyakit jantung dan pembuluh darah menyedot dana sebesar Rp 10,9 triliun untuk 13.972.050 kasus.

“Jumlah ini hampir separuh dari total biaya pelayanan kesehatan. Ini bukan hanya persoalan medis, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Negara membutuhkan langkah strategis dan komprehensif untuk mencegah bencana kesehatan yang lebih besar di masa depan,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Pokja Prevensi dan Rehabilitasi Kardiovaskular PERKI, dr. Abdul Halim Raynaldo, SpJP(K) mengatakan, tanpa perubahan paradigma dan komitmen bersama, kita akan terus menghadapi beban ekonomi dan sosial akibat penyakit kardiovaskular.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan