JABAR EKSPRES – Ketergantungan anak terhadap gadget kini memasuki fase mengkhawatirkan. Dampaknya tak hanya pada fisik, namun merambah ke ranah kesehatan mental dan sosial, bahkan menyerupai efek kecanduan zat adiktif seperti narkotik.
Hal tersebut disampaikan oleh Psikolog Klinis P2TP2A, Yukie Agustia Kusmala, yang mengungkapkan penggunaan gadget secara berlebihan dapat memicu perubahan kimiawi di otak anak.
“Rasa senang itu memicu zat-zat di otak seperti dopamin, yang kemudian menciptakan rasa nagih atau kecanduan,” ujar Yukie saat ditemui Jabar Ekspres di kantornya, Rabu (7/5/2025).
Ia menjelaskan ketika anak tidak lagi memegang gawai atau tidak bisa mengakses media sosial maupun game, gejala seperti tantrum, kegelisahan hingga kemarahan akan muncul.
Respons tersebut merupakan efek dari otak yang sudah terbiasa menerima stimulus kesenangan secara instan.
Ketika anak-anak terlepas dari gadgetnya, lanjut Yukie, proses pemulihan tidak bisa instan.
Kata Yukie, hal itu sama dengan pecandu narkoba yang mengalami sakau. Anak yang kecanduan gadget juga akan melewati masa-masa sulit seperti stres, menarik diri, bahkan mengalami tekanan emosional.
Setiap anak, kata Yukie, memiliki motif berbeda dalam menggunakan gadget. Ada yang terikat karena game dan reward nya, sebagian lainnya karena interaksi sosial serta rasa diterima di ruang digital.
“Ketika itu semua diambil, anak bisa merasa kesepian karena di dunia nyata mungkin mereka tidak mendapatkan hal yang sama,” imbuhnya.
Kondisi diperparah dengan lemahnya kontrol dari orang tua terhadap aktivitas digital anak. Banyak orang tua tidak mengetahui bahwa anak bisa melakukan transaksi finansial seperti top-up game lewat e-wallet, contohnya Dana atau GoPay, tanpa pengawasan.
Yukie menyarankan agar orang tua tidak hanya memberi larangan, tetapi menyediakan alternatif aktivitas yang seru dan aktif seperti olahraga, seni, atau kegiatan luar ruangan.
Selain itu, jadwal penggunaan gadget yang teratur perlu disusun, seperti halnya sistem pembelajaran di sekolah.
“Ajarkan anak tentang pengendalian diri dan nilai uang. Orang tua juga harus aktif memantau aplikasi dan aktivitas digital anak, serta mengaktifkan parental control,” paparnya.