JABAR EKSPRES — Seni tak hanya bicara estetika. Di tangan para peserta pameran ‘Art as Therapy: Seni Memiliki Kekuatan untuk Menghibur dan Menyembuhkan’, seni menjadi sarana pemulihan luka batin.
Pameran ini berlangsung di Ruang Empat Jiwa, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB), dengan karya dari beragam kelompok masyarakat, termasuk warga binaan Lapas Sukamiskin Bandung dan anak-anak penyintas gempa Sumedang.
Kegiatan merupakan hasil kolaborasi kelompok keilmuan Estetika dan Ilmu-Ilmu Seni FSRD ITB bersama Klinik Karya Sehat Nusantara, serta bagian dari program Pengabdian kepada Masyarakat dan Inovasi (PPMI KK EIS 2023–2024). Proyek ini juga didukung oleh Yayasan Peduli Anak Istimewa Jakarta serta SLB Lurip Bandung.
Menurut kurator pameran, Dr. Ira Adriati, proses berkarya dalam kegiatan ini diawali dengan metode photo therapy dan art as therapy, yang memfokuskan pada ekspresi emosi peserta.
“Mereka menggambar, menulis, dan menyalurkan emosi negatif serta positif lewat media seni,” kata Ira dalam narasi kuratorial pameran, pada Senin (5/5).
Karya-karya yang ditampilkan berangkat dari proses penyaringan emosi seperti depresi, kecemasan, hingga trauma pasca-bencana. Dalam prosesnya, peserta menunjukkan perubahan emosi yang signifikan.
Salah satu indikator keberhasilan, menurut Ira, adalah 90 persen peserta menunjukkan peningkatan grafik self-compassion, merujuk pada konsep yang dikembangkan Kristin D. Neff.
Peserta kegiatan antara lain anak-anak penyintas gempa Sumedang Januari 2024, yang menuangkan pengalaman mereka dalam gambar dan tulisan. Hasil karya mereka mengangkat tema harapan dan kebahagiaan setelah trauma.
“Melalui karya yang dipamerkan dapat terlihat proses mengeluarkan emosi negatif yang terlihat dari goresan, tarikan garis, maupun pilihan warna. Tahap selanjutnya setelah emosi negative dikeluarkan, visualisasi tampak dalam karya mereka,” jelasnya.
Secara keseluruhan, kata Ira, peserta merasakan perubahan emosi negative yang terkikis untuk kemudian menghadirkan optimisme dalam menghadapi kehidupan.
Hal itu menurutnya mengindikasikan keberhasilan dari kegiatan art as therapy. Apabila memakai pengukuran self-compassion dari Kristin D. Neff, sebanyak 90 persen peserta memperlihatkan grafik yang meningkat.
“Artinya kegiatan seni memberikan dampak positif terhadap kesehatan mental seseorang. Kegiatan art as therapy sudah selayaknya menjadi media membuat masyarakat miliki kualitas hidup lebih baik,” pungkasnya.