Pentingnya Rekayasa Ekosistem Sebelum Pemberian Izin Amdal

Ilustrasi: Lahan hutan lindung yang pohon-pohonnya sudah banyak ditebang di wilayah Desa Babakan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung. (Ketua FK3I Pusat, Dedi Kurniawan for Jabar Ekspres)
Ilustrasi: Lahan hutan lindung yang pohon-pohonnya sudah banyak ditebang di wilayah Desa Babakan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung. (Ketua FK3I Pusat, Dedi Kurniawan for Jabar Ekspres)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Proses Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) sering kali diabaikan, baik oleh pelaku pembangunan maupun pemerintah sebagai pengawas.

Ketua Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Pusat, Dedi Kurniawan, mengungkapkan bahwa penerapan Amdal di Indonesia hingga kini masih belum optimal.

Menurut Dedi, dalam regulasi yang ada, baik Amdal maupun UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) tidak mencakup aspek yang disebut sebagai Rekayasa Ekosistem.

Baca Juga:BMKG Catat 385.980 Kejadian Petir di Jawa Barat, Warga Diminta Waspada Ancaman Bencana HidrometeorologiYRBK Terbitkan Antologi Puisi dan Cerita Religi Sambut Ramadan 2025

“Rekayasa ekosistem adalah proses pemetaan yang harus dilakukan sebelum sebuah proyek pembangunan dilaksanakan,” katanya kepada Jabar Ekspres, Minggu (2/3).

Dedi menjelaskan lebih lanjut, rekayasa ekosistem melibatkan penelitian dan pemetaan menyeluruh terkait kondisi ekosistem di suatu kawasan.

Hal ini jarang dilakukan sebelumnya, padahal proses rekayasa ekosistem membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

“Setelah rekayasa ekosistem selesai dan hasil risetnya keluar, barulah izin Amdal dapat diberikan. Tidak bisa hanya diselesaikan oleh konsultan dalam waktu dua hingga tiga bulan,” ujarnya.

Dedi juga menekankan pentingnya agar hasil riset tersebut dijadikan dasar bagi proses pembuatan Amdal.

Tujuan utama dari penerapan rekayasa ekosistem ini adalah untuk memastikan bahwa proyek pembangunan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah.

Ia mengkritik banyaknya pengusaha yang, meskipun telah memperoleh izin, tetap mengabaikan kelestarian lingkungan, dengan alasan sudah memiliki izin.

Baca Juga:Persib Terpeleset, Perebutan Gelar Juara Liga 1 Semakin PanasBupati Bogor Rudy Susmanto: Retret 2025 di Magelang, Momentum Bersejarah Bangun Indonesia

“Karena punya izin jadi babat dulu baru tanam, tidak jangan begitu. Atau contoh lain karena merasa udah menanam di daerah A tapi membabat pohon di titik B, itu juga tidak bisa. Maka itulah pentingnya rekayasa ekosistem,” paparnya.

Selain itu, Dedi mengingatkan pentingnya ketelitian pemerintah dalam memeriksa perizinan, terutama di kawasan hutan.

Jika ditemukan ketidaksesuaian, pemerintah diharapkan berani mencabut izin yang telah dikeluarkan, meskipun itu mungkin akan menimbulkan konsekuensi hukum.

“Coba lakukan proses pengkajian, izin yang sudah keluar itu bisa dicabut atau tidak. Jangan takut digugat perusahaan karena sebelumnya izin keluar tapi sekarang dicabut,” imbuhnya.

0 Komentar