Pajak Tinggi dan Masih Bergantung TPA Sarimukti
Meski Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengeluarkan instruksi pelarangan pembuangan sampah organik ke TPA Sarimukti, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan itu belum sepenuhnya berjalan. WALHI mencatat, TPA Sarimukti masih menerima hingga 1.500 ton sampah dari Kota Bandung setiap hari.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah kota dan kabupaten di Bandung Raya tidak disiplin dalam menjalankan kebijakan yang mereka sepakati sendiri. Sampah organik yang seharusnya dikelola di sumber malah tetap dibuang ke TPA,” ujar Jefry.
Di sisi lain, sektor komersial di Kota Bandung menghadapi kebijakan retribusi sampah yang cukup tinggi. Restoran dan kafe, misalnya, dikenakan tarif Rp600 ribu per bulan, belum termasuk biaya tambahan sekitar Rp300 ribu untuk pengangkutan sampah ke TPS.
Baca Juga:DPRD Kabupaten Bogor Gelar Rapat Paripurna Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih periode 2025-2030Luhut Yakini Efisiensi Anggaran Tak Seburuk yang Dikhawatirkan Publik
“Jika pemerintah tetap mewajibkan kami mengelola sampah sendiri, seharusnya retribusi sampah dihapus atau dikurangi. Uang itu bisa kami alihkan untuk pengelolaan sampah mandiri,” ujar Arif Maulana, Ketua Asosiasi Kafe dan Restoran (AKAR) Jawa Barat dalam policy brief Walhi Jabar yang diterima Jabar Ekspres.
Saat ini, hanya segelintir hotel dan restoran yang berhasil mengelola sampah mereka secara mandiri. Sebagian besar masih bergantung pada sistem pengangkutan sampah ke TPA yang dikelola DLH Kota Bandung.
Pemerintah Kota Bandung sebenarnya memiliki sejumlah program untuk mengatasi persoalan sampah, termasuk pemanfaatan lahan di Gedebage sebagai tempat pengolahan organik dengan kapasitas 7.000 ton. Namun, implementasi di lapangan tidak berjalan optimal.
Salah satu program yang sempat diuji coba adalah penggunaan “Mesin Gibrig” di Pasar Gedebage untuk memilah sampah organik dan anorganik.
“Mesin ini hanya berjalan sebentar, lalu mati. Tidak ada evaluasi atau tindak lanjut,” kata Jefry.
Kebijakan-kebijakan yang ada selama ini lebih banyak berfokus pada pengangkutan sampah ke TPA ketimbang mengurangi sampah dari sumbernya.
Pada 2024, anggaran DLH Kota Bandung untuk pengangkutan sampah mencapai Rp234 miliar atau sekitar 66 persen dari total anggaran. Sebaliknya, dana untuk pengurangan sampah di sumber hanya sekitar Rp3,5 miliar atau 1 persen dari total anggaran.
