Akan tetapi WNA Jepang itu harus menelan kekecewaan, karena lokasi makam tersebut kini telah berada di tengah laut.
“Investigasi menemukan bahwa pemerintah telah gagal total dalam melindungi masyarakat pesisir,” paparnya.
Maulana menjelaskan, di sepanjang pantai Eretan, hanya terdapat satu alat pemecah ombak, sebuah fakta yang mencerminkan betapa minimnya perhatian pemerintah terhadap keselamatan warga.
Tanggul yang ada pun hanyalah tanggul darurat dari batu yang mudah terkikis, tanpa ada sistem peringatan dini yang memadai.
“Aktivitas pengeboran gas alam di lepas pantai Cirebon-Indramayu oleh anak perusahaan Pertamina diduga kuat berkontribusi terhadap percepatan abrasi,” ungkap Damuri dari Siklus Indramayu melalui Maulana.
Dia menilai, pemerintah seolah lebih mementingkan keuntungan korporasi dibanding keselamatan warganya.
BACA JUGA:138 KK Terdampak Banjir Rob di Pesisir Selatan Sukabumi
“Meski pemerintah mengklaim telah memulai program relokasi dengan membangun 93 rumah pada akhir 2024, jumlah ini bagaikan setetes air di lautan mengingat ribuan warga yang terancam,” ucap Maulana.
Dia menyampaikan, program relokasi yang setengah hati ini, jelas menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani krisis yang dihadapi masyarakat pesisir.
Banjir rob dinilai Maulana telah melumpuhkan seluruh sendi kehidupan masyarakat. Para nelayan kehilangan mata pencaharian karena tidak bisa melaut.
Sementara tambak-tambak ikan hancur menghapus sumber penghasilan petani tambak. Perabotan rumah tangga dan alat tangkap nelayan rusak, menambah daftar panjang kerugian yang harus ditanggung warga.
“Lebih dari itu, warga kini harus menghadapi ancaman kesehatan akibat sanitasi yang buruk dan air rob yang tercemar,” tukas Maulana.
Masih kepada Jabar Ekspres, seorang Tim Desk Disaster Walhi Jabar lainnya, Nisfy Hardiani menuturkan, pihaknya menuntut pemerintah untuk segera membangun tanggul.
Pembangunan tanggul harus permanen dan berkualitas tinggi di sepanjang pesisir, kemudian memasang sedikitnya 10 alat pemecah ombak di lokasi-lokasi strategis.
“Program rehabilitasi mangrove harus dilakukan secara masif untuk mengembalikan pertahanan alami pesisir,” tuturnya.
Hardiani melanjutkan, lebih dari itu, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas industri di wilayah pesisir, termasuk moratorium izin eksplorasi baru dan audit lingkungan terhadap operasi industri yang ada.