JABAR EKSPRES – Kasus chikungunya di Kota Bandung terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir, Dinas Kesehatan (Dinkes) mencatat lonjakan signifikan sejak Oktober 2024.
Hal tersebut seiring dengan datangnya musim hujan yang menjadi faktor utama meningkatnya populasi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, vektor utama penyebaran penyakit ini.
Kepala Dinkes Kota Bandung, Anhar Hadian, mengungkapkan bahwa laporan kasus chikungunya yang masuk ke pihaknya mengalami kenaikan dalam tiga bulan terakhir.
“Oktober 13 kasus, November naik menjadi 17, dan Desember melonjak hingga 56 kasus. Kami masih mengumpulkan data untuk Januari, tapi ada indikasi peningkatan,” ujar Anhar, Selasa (4/2).
BACA JUGA: Dinkes Kota Bandung: Belum Ada Laporan Kasus Chikungunya di Gang Karyamas
Meski chikungunya bukan penyakit yang mematikan, dampaknya bisa sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.
“Ini berbeda dengan demam berdarah (DBD), jadi masyarakat tidak perlu panik. Tapi bukan berarti bisa mengabaikan penyakit ini,” katanya.
Chikungunya, lanjut Anhar, bersifat self-limiting disease, artinya bisa sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Namun, gejalanya dapat menyebabkan nyeri sendi parah yang berlangsung hingga berminggu-minggu.
“Sakitnya bisa luar biasa. Ada pasien yang saking sakitnya, untuk ke kamar mandi saja harus merangkak. Itu sebabnya, meskipun tidak mematikan, penyakit ini tetap perlu perhatian karena dampak sosial dan ekonomi juga besar,” jelasnya.
BACA JUGA: Waspadai Lonjakan Kasus DBD di Awal Tahun 2025, Dinkes Kota Bandung Bakal Keluarkan Surat Edaran Ini
Dinkes Kota Bandung menekankan bahwa chikungunya bisa menyebar lebih cepat dibanding DBD. Meskipun berasal dari nyamuk yang sama, chikungunya lebih cepat menular. Bedanya, DBD lebih berbahaya karena bisa menyebabkan kematian.
Untuk itu, ia meminta masyarakat segera melapor jika terjadi lonjakan kasus di suatu wilayah. “Kalau di daerah tertentu banyak kasus chikungunya, segera laporkan ke puskesmas. Nanti puskesmas akan melakukan penyelidikan epidemiologi untuk melihat apakah ada penularan lokal,” katanya.
Dinkes juga membuka kemungkinan melakukan fogging di daerah yang mengalami lonjakan kasus, namun dengan pertimbangan tertentu.
“Fogging hanya efektif untuk membunuh nyamuk dewasa, tapi kalau tidak dibarengi dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), tetap saja jentik-jentik akan berkembang dan penyebaran penyakit terus berlanjut,” jelas Anhar.