“Ini kan sangat memalukan Bapak. Ini yang kemudian membuat masyarakat menjadi tidak percaya pada KPK,” kata Poengky
Sementara Fitroh Rohcahyanto menyampaikan bahwa proses penetapan tersangka kasus korupsi serta peningkatan status perkara ke penyidikan harus diperketat.
Menurut Eks Direktur Penuntutan KPK itu, hal tersebut diperlukan demi memastikan penyidik benar-benar memiliki dua alat bukti yang kuat, sebagai modal menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan tersangka kasus korupsi.
Selain itu, dia pun menyakini langkah ini juga diperlukan untuk menunjukkan adanya kepastian hukum dalam setiap perkara yang ditangani KPK.
Dengan demikian, kata dia, KPK tidak lagi dianggap melakukan kriminalisasi ataupun menangani perkara karena kepentingan politik.
“InsyaAllah jika nanti saya dipercaya, itu bakal betul-betul ketat,” tegas dia.
Selanjutnya, Michael Rolandi Cesnanta Brata, saat menjalani uji kelayakan capim KPK, menilai bahwa saat ini Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) masih menjadi formalitas belaka. Padahal kebijakan ini bertujuan untuk mengawasi harta kekayaan penyelenggara negara.
Michael berjanji akan meningkatkan kualitas LHKPN sebagai upaya meningkatkan kualitas tindakan pencegahan korupsi.
“Saat ini dirasakan penyampaian LHKPN itu hanya formalitas ketika tanggal 31 Maret disampaikan, tetapi tidak isi kualitas penyampaiannya itu menjadi penyampaian dalam hal kualitas apa yang dilaporkan,” kata Michael.
Sementara itu, Ida Budhiati dalam ujia kelayakan menekankan pengawasan internal. Menurutnya, KPK saat ini sedang menghadapi tantangan persepsi negatif dari publik. Lantaran, pimpinan KPK belum menunjukkan perilaku yang akuntabel, profesional, dan berintegritas.
Eks Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilu itu berpandangan bahwa persoalan ini bisa diatasi lewat peningkatan sinergitas dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Sebab, keberadaan Dewas KPK menjadi alat check and balances di internal KPK.
“Pimimpin KPK belum memberikan tauladan integritas yang tinggi. Untuk meneguhkan integritas kelembagaan KPK yang terdiri dari pimpinan, dewas dan juga pegawai KPK, maka menurut saya ke depan harus ada sinergitas dengan Dewan Pengawas KPK untuk melihat kembali regulasi tentang kode etik,” beber dia.
Sementara Ibnu Basuki Widodo, menegaskan perlunya monitoring dan evaluasi atau monev menyeluruh. Menurut dia, monev diperlukan dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki upaya pemberantasan korupsi.