Hanya 5,04 Persen Yoy, Pertumbuhan Kredit UMKM Melambat?

JABAR EKSPRES – Pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) per Semptember 2024 dikalim melambat dari tahun sebelumnya. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK, Dian Ediana Rae menyebut, secara year on year (yoy) tumbuh 5,04 persen.

“Per September 2024, kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 5,04 persen (yoy). Tren pertumbuhan UMKM memang cenderung melambat, sejalan dengan risiko kredit UMKM yang meningkat ditandai dengan NPL yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,” ujarnya di Jakarta, Jumat (15/11).

Jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit UMKM pada September 2023 yang tercatat sebesar 8,2 persen (yoy), angka pertumbuhan tahun ini memang melambat.

BACA JUGA:Kemenhub Masih Kaji Kereta Cepat Jakarta-Surabaya

Selain itu, rasio NPL tercatat sebesar empat persen pada September 2024, lebih tinggi dibandingkan pada September 2023 yang tercatat sebesar 3,88 persen.

Konsisi ini menyebabkan perbankan lebih berhati-hati (prudent) ketika akan menyalurkan kredik kepada pelaku UMKM.

Adapun pertumbuhan kredit UMKM yang melambat utamanya berada pada segmen mikro yang tumbuh 4,77 persen (yoy) dari 25,69 persen (yoy) pada September 2023. Namun demikian, angka tersebut masih stabil secara porsi di kisaran 44 persen dari total kredit UMKM.

BACA JUGA:Gencarkan Upaya Mitigasi Bencana di Sekolah, Bangunan Tua Jadi Fokus Utama Pemkot Cimahi

Kendati pertumbuhan melambat, risiko kredit pada segmen mikro justru lebih baik dengan rasio NPL yang lebih rendah dibandingkan segmen kecil dan menengah. Yang mana rasio NPL di segmen mikro sebesar 3,25 persen, segmen kecil 4,22 persen, dan segmen menengah 5,17 persen.

Sementara itu, menurut Dian, risiko kredit UMKM saat ini masih cukup tinggi dibandingkan kredit non-UMKM. Ini karena pelaku UMKM didominasi masyarakat kelas menengah ke bawah, serta kecenderungan perekonomian saat ini mengarah pada capital intensive seiring dengan pemanfaatan teknologi informasi pada berbagai aspek bisnis.

“Selain itu, masuknya produk impor ilegal yang biasanya menawarkan harga lebih murah juga memberikan tekanan terhadap bisnis UMKM,” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan