JABAR EKSPRES – Komisi V DPRD Jabar memberikan tiga catatan penting terkait pelaksanaan pendidikan di Jabar. Salah satunya terkait kepala sekolah di Jabar yang masih berstatus pelaksana tugas (Plt).
Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya bersama anggota lain sengaja berkunjung ke empat sekolah di Jabar di pekan terakhir bertugas. Hal itu sebagai salah satu upaya untuk mendalami serta melengkapi peta pendidikan di Jabar.
Empat sekolah yang dimaksud adalah, SMAN 1 Banjar, SMKN 2 Pangandaran, SLBN Widi Asih Pangandaran dan SMAN 1 Margaasih Kabupaten Bandung. “Kami kunjungi di pekan terakhir periode kami,” tuturnya.
BACA JUGA: 4 Daftar Nama Bakal Calon Wali Kota Bandung 2024 Sudah Daftar ke KPU
Politikus PKS itu melanjutkan, kunjungan itu menjadi kesempatan untuk melihat kondisi sarana dan prasarana sekolah. Termasuk menampung berbagai aspirasi seputar pelaksanaan pendidikan.
Dari kunjungan itu termasuk dari berbagai kegiatan sebelumnya, pria yang akrab disapa Gus Ahad itu merangkum sejumlah catatan penting. Tentunya catatan terkait pelaksanaan pendididikan di Jabar.
Di antaranya, masih banyak kepala sekolah di Jabar yang statusnya Plt. Kondisi itu tentu memprihatinkan. Menurut data hingga 30 Juli 2024, tercatat ada 120 sekolah negeri yang tidak punya kepala sekolah defenitif. Ke-120 sekolah tersebut terdiri atas 58 SMAN, 47 SMKN dan 15 SLBN.
BACA JUGA: Maju di Pilgub Jabar, Pasangan Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie Siap Lawan Calon yang Diusung KIM Plus
Kondisi itu bisa berdampak pada efektifitas pelaksanaan pendidikan di sekolah yang dimaksud. “Plt kan ada keterbatasan, banyak kewenangan yang tidak bisa dilakukan. Sehingga proses manajemen sekolah tidak berjalan dengan sempurna,” cetusnya.
Menurut Gus Ahad, Plt cenderung berpikir untuk jangka pendek karena masa tugasnya tiga bulan. Mereka tidak berani merancang berbagai program untuk setahun atau lebih.
Selain itu Plt juga sudah punya amanah memimpin sekolah tertentu. Sehingga otomatis sekolah kedua yang dipimpinnya kurang terperhatikan, dan konsentrasi ke sekolah pertama ikut berkurang. “Ini kan tidak sesuai dengan keinginan masyarakat untuk layanan paripurna di bidang pendidikan,” paparnya.