JABAR EKSPRES, CIMAHI – Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) terus berupaya mengatasi permasalahan kawasan kumuh dengan membangun ribuan septic tank komunal dan individual yang tersebar di 15 kelurahan.
Meski demikian, masih terdapat 23.245 rumah atau sekitar 18,45% dari total rumah di Kota Cimahi yang belum memiliki septic tank.
Kepala DPKP Kota Cimahi, Endang, menjelaskan bahwa akibat minimnya fasilitas septic tank, banyak warga yang terpaksa buang air besar sembarangan (BABS), terutama ke sungai atau saluran air.
BACA JUGA:Kebakaran Pemukiman Padat di Manggarai, Diduga Berasal dari Ledakan Charger HP
“Yang paling sulit itu pengolahan limbah cair domestik, apalagi bagi mereka yang tinggal di bantaran sungai. Banyak masyarakat masih terbiasa buang limbah ke sungai daripada membuat septic tank,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (13/8).
Selain itu, Endang juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, DPKP telah berhasil membangun 148 septic tank komunal dan 6.276 septic tank individual, yang telah melayani 20.857 unit rumah. Di mana dari jumlah tersebut, sebanyak 817 septic tank dibangun pada tahun 2023.
Kemudian, Ia juga menjelaskan, pembangunan septic tank ini merupakan bagian dari langkah strategis untuk mengurangi kawasan kumuh di Kota Cimahi. Mengingat kawasan seperti itu masih banyak tersebar di Kota Cimahi.
BACA JUGA:Perjalanan Kereta Cepat Whoosh Sempat Terhenti, Manajer KCIC Ungkap Ini Penyebabnya!
“Kawasan kumuh di Kota Cimahi saat ini tersisa 141,42 hektare, tersebar di 15 kelurahan atau 26 kawasan. Namun, angka ini telah berkurang 10,03 hektare atau 6,62 persen dibandingkan tahun 2022,” jelas Endang.
Sementara itu, Endang menuturkan bahwa sebaran kawasan kumuh di Kota Cimahi bervariasi, dengan wilayah Leuwigajah mencatat luas terbesar sebesar 22,13 hektare, diikuti oleh Cibereum dengan 18,97 hektare, dan Melong seluas 17,70 hektare.
Selain itu, menurutnya, terdapat berbagai faktor yang menyebabkan masih banyaknya kawasan kumuh di Cimahi. “Seperti belum terpenuhinya kualitas rumah layak huni, kurangnya drainase, akses jalan setapak, pengelolaan limbah domestik, serta ketersediaan air bersih dan proteksi bencana kebakaran,” tandasnya. (Mong)