“KIM Plus itu menurut saya adalah upaya menarik dukungan mayoritas partai politik, sehingga tidak tersisa. Kalaupun tersisa, tidak memenuhi syarat untuk mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur,” jelasnya.
Sementara, peneliti utama IPRC Muradi melihat potensi Ridwan Kamil menang di Pemilihan Gubernur Jakarta tidak terlalu besar. Hal tersebut lantaran ada legitimasi dan legacy yang ditinggalkan Anies Baswedan selama memimpin Jakarta pada 2017-2022. Terlebih, Anies kemungkinan besar bakal bertarung lagi pada Pilkada Jakarta nanti.
“Sehingga tidak mudah, bila memang Ridwan Kamil ditetapkan sebagai calon gubernur dengan infrastruktur politik saat ini akan sulit bersaing dengan Anies,” ucapnya.
Sempat terdengar Pilkada Jakarta hanya diikuti satu pasangan calon dengan makin menguatnya wacana KIM Plus. Namun, Muradi memandang hal itu mencederai demokrasi, jika kandidat hanya melawan kotak kosong.
“Karena dengan adanya kotak kosong berarti membatasi publik untuk memilih sosok yang diinginkan mereka. Jadi biarkan saja RK atau Anies bertarung pada Pilkada Jakarta mendatang,” imbuhnya.
Muradi yang juga Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Bandung ini berharap baik PKS maupun PDI Perjuangan bisa memajukan calon mereka pada Pilkada Jakarta. Pasalnya, dirinya menganggap kedua partai tersebut memiliki mesin politik sangat kuat.
“Karena pada Pilkada Jakarta 2017 lalu yang bergeraknya sangat efektif adalah PKS dan PDI Perjuangan,” pungkasnya. (bbs)