“Namun tidak lama kemudian, kita disuguhkan fakta ada warga yang makan beras kering dan ada warga yang tinggal di kandang kambing. Akhirnya apa yang disampaikan seolah menjadi gimmick belaka,” sambungnya.
SDI memandang, selama ini kehadiran Pj Arsan Latif lebih banyak membawa persoalan yang tidak substansi, memposisikan diri Pj sebagai Kepala Daerah definitif tidak masalah kalau dalam perspektif kebijakan. Sementara yang terjadi sudah kebablasan seperti layaknya Kepala Daerah yang dipilih dan harus dielu-elukan oleh rakyat.
Dikatakannya, menjadi Pj Bupati bukan hanya harus paham persoalan keuangan. Kalau hanya paham persoalan keuangan rasanya cukup menjadi Kepala BPKAD saja tidak perlu sampai menjadi Pj Bupati.
BACA JUGA: Peringati Hari Bhakti Pemasyarakatan Ke-60, Lapas Banjar Bagi-bagi 300 Takjil
“Menjadi Pj dengan kewenangan yang melekat harusnya memberi dampak terhadap berbagai indikator yang dinilai oleh Kemendagri, salah satunya terdapat pada sub aspek pemerintahan 4 dimana seorang Pj Kepala Daerah harus menjaga etika pribadi dan norma dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah,” tuturnya.
Ia melihat selama kepemimpinan Arsan Latif terjadi disharmoni di internal tubuh Pemkab Bandung Barat. Pasalnya, obrolan WhatsApp grup antara Pj Bupati dengan kepala organisasi perangkat daerah (OPD) kerap bocor ke publik.
“Ini sebelumnya tidak pernah terjadi. Harusnya percakapan di WhatsApp grup tidak boleh bocor, malah ini menyebar kemana-mana. Membuktikan bahwa kondisi di internal sudah tidak kondusif. Tentunya sangat tidak baik untuk jalannya roda pemerintahan,” tandasnya. (Wit)