JABAR EKSPRES – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, mewakili jajaran pimpinan KPK, menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat terkait kasus pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) cabang KPK.
“Kami pimpinan KPK menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia. Bahwa pelanggaran ini telah mencederai nilai integritas yang selama ini dijunjung tinggi dan dipedomani oleh segenap insan KPK dalam pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi,”
ujar Ghufron di Gedung Juang KPK, Jakarta, pada hari Jumat (15/3).
Ghufron menegaskan bahwa KPK selalu mengedepankan nilai-nilai anti-korupsi dan tidak akan mentolerir perilaku korupsi, terutama dari pegawai KPK. Ini dibuktikan dengan langkah-langkah penegakan hukum terhadap para pegawai yang terlibat dalam kasus tersebut.
“Proses hukum dugaan tindak pidana korupsi, yang dilakukan oleh Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi, dengan penetapan kepada 15 oknum pegawai sebagai tersangka, serta perbaikan manajemen dan tata kelola secara terus-menerus di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal,” tambahnya.
Baca juga: Maling Motor Babak Belur di Gunung Putri Bogor
Lebih lanjut, Ghufron menegaskan komitmen KPK untuk memastikan bahwa tugas-tugas pemberantasan korupsi oleh pegawai KPK tidak hanya patuh pada peraturan dan hukum, tetapi juga pada kode etik perilaku yang berlaku bagi pegawai KPK.
Pada Jumat (15/3), KPK secara resmi menahan dan menetapkan 15 pegawainya sebagai tersangka dalam kasus pungli di Rutan cabang KPK.
“Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan para tersangka dimaksud selama 20 hari pertama, terhitung 15 Maret 2024 sampai dengan 3 April 2024 di Rutan Polda Metro Jaya,” kata Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Jumat.
Para tersangka termasuk Kepala Rutan KPK saat ini, Achmad Fauzi, mantan petugas Rutan KPK Hengki, mantan Plt Kepala Rutan KPK Deden Rochendi, dan petugas Rutan KPK Ristanta.
Selain itu, ada petugas Rutan KPK lainnya seperti Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, mantan petugas Rutan KPK Eri Angga Permana, Muhammad Ridwan, dan Suharlan.
Para tersangka menggunakan beberapa istilah atau kata sandi, seperti “banjir” yang dimaknai sebagai informasi sidak, “kandang burung” dan “pakan jagung” yang dimaknai sebagai transaksi uang, dan “botol” yang dimaknai sebagai ponsel dan uang tunai.