CIMAHI, JABAR EKSPRES – Lebih dari seribu individu yang mengalami gangguan jiwa, dikenal sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), tersebar di hampir seluruh bagian Kota Cimahi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kabid Resos dan Dayasos, Supijan Malik pada Jabar Ekspres. Ia mengatakan menurut ranah Dinas Kesehatan, jumlah kasus penyakit jiwa di wilayah tersebut mencapai lebih dari seribu.
“Tapi kan yang turun ke jalan itu ada beberapa jadi yang disinyalir dan dilaporkan cukup banyak juga,” jelas Supijan di kantor Dinas Sosial Kota Cimahi, Jumat 8 Maret 2024.
Supijan mengungkapkan bahwa penyakit ini kemungkinan akan menghilang tanpa jejak dan tidak akan selalu terlihat kapan akan muncul kembali.
“Itu kan (berasal) antara Bandung, Bandung Barat, dan Kabupaten Bandung. Itu kan tidak kenal batas kadang-kadang ada yang jalan kaki dari Kota Bandung,” papar Supijan.
Terkait kondisi ODGJ tersebut, Supijan menjelaskan kondisi ODGJ bervariasi, bahkan ada di antara mereka yang telah ditolak oleh keluarganya sendiri.
“Macam-macam itu karena ada ekonomi dan tuntutan keluarga misalnya keluarga istrinya meninggalkan dia, ada juga jadi macam-macam,” terangnya.
BACA JUGA: 25 Stand Makanan Tradisional Khas Cimahi Meriahkan Festival Eko Wisata Cimahi
“Munculnya beragam jenis gangguan jiwa pada ODGJ menyoroti kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh keluarga yang memiliki anggota dengan kondisi tersebut,” tambah Supijan.
Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Kota Cimahi adalah kurangnya fasilitas panti sosial, sehingga mereka perlu menjalin kerja sama dengan pihak sosial Provinsi untuk mengatasi hal tersebut.
“Proses tersebut tidak berjalan lancar karena pendaftaran pasien membuat antrean menjadi padat. Di RSJ Cisarua, terjadi antrean panjang akibat kurangnya fasilitas, sehingga perlu membersihkan fasilitas terlebih dahulu sebelum pengiriman menggunakan mobil CRC yang khusus disiapkan,” kata Supijan.
Jika ada ruang kosong, Supijan melanjutkan akan menerima, tetapi jika tidak, pihaknya akan membawa pulang dan menyimpannya. Namun, lokasi tersebut mungkin tidak layak untuk dikunjungi.
“Kemarin, Pak Wali Kota memberikan arahan untuk membangun rumah. Sebagai hasilnya, kami menyewa ruko di sebelahnya untuk berjualan. Namun, karena ada bangunan sosial di tengahnya, kadang-kadang situasinya menjadi tidak nyaman,” ujar Supijan.