JABAR EKSPRES – Sepanjang tahun 2023 di Kabupaten Bandung Barat, kekerasan tindak asusila terhadap anak dan perempuan cenderung meningkat. Perlahan kasus ini terungkap seiring keberanian korban untuk melapor.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Bersama (DP3P2KB), dalam 3 tahun terakhir sebanyak 162 kasus terjadi.
Tahun 2023 sebanyak 58 kasus, tahun 2022 sebanyak 53 kasus, dan tahun 2021 dengan laporan 51 kasus.
“Tahun 2023 naik. Kita mencatat ada 58 kasus, sedangkan tahun 2022 53 kasus dan 2021 sebanyak 51 kasus. Jadi trennya memang terus naik,” kata Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, DP2KBP3A KBB, Rini Haryani, Rabu (31/1/2024).
Menurutnya, di tahun 2023, kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak paling dominan dibandingkan dengan kasus seperti penelantaran atau trafficking.
BACA JUGA: KPU Kota Sukabumi Simulasikan Pemungutan dan Penghitungan Suara, Ini Kata Peserta
“Jadi dari 58 laporan kasus ini, paling banyak adalah kekerasan dan pelecehan terhadap anak dengan 30 kasus,” tambahnya.
Rini menyebut rasio prevalensi kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak di Bandung Barat dialami hampir oleh 4 orang dari 100.000 orang perempuan dan 5 orang dari 100.000 orang anak.
Meski begitu, dibanding rasio di tingkat nasional, Bandung Barat bisa dibilang masih cukup rendah.
Diketahui, prevalensi kasus kekerasan perempuan dan anak secara nasional dialami oleh 13 orang dari 100.000 orang perempuan, dan 18 orang dari 100.000 orang anak.
“Rasio prevalensi kasus kekerasan terhadap perempuan dan Anak di Kabupaten Bandung Barat jauh lebih rendah daripada rasio data kekerasan di tingkat nasional,” tambahnya.
BACA JUGA: Ini Alasan Mahfud MD Mundur dari Menko Polhukam
Menurutnya meningkatnya kasus kekerasan dan pelecehan seksual tak lepas dari keberanian korban untuk melapor sehingga tak menjadi fenomena gunung es.
Hadirnya program Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak (Geprak) dari pemerintah membuat para korban atau orang korban berani speak up dan melapor agar aparat berwajib mengusut tuntas.
Selain itu korban bisa segera diberi pendampingan hukum dan pemilihan trauma.
“Kami akan memastikan bahwa para korban mendapat layanan kesehatan serta pemulihan trauma. Itu yang paling penting agar masa depannya tetap tak terganggu,” jelas Rini.