JABAR EKSPRES- Sejumlah gangster bersenjata berat melancarkan serangan terhadap studio stasiun televisi terkemuka di Ekuador selama siaran langsung, memaksa Presiden negara tersebut menyatakan keadaan “konflik bersenjata internal” di tengah serangkaian serangan di seluruh Amerika Selatan.
Pasukan khusus polisi kemudian berhasil menangkap semua pria bersenjata bertopeng yang menyerbu markas besar jaringan TC Televisión di Guayaquil, kota terbesar di Ekuador, sekitar pukul 14.00 waktu setempat pada hari Selasa.
Dengan membawa senjata api seperti pistol, shotgun, senapan mesin, granat, dan dinamit, sejumlah pria tersebut menyerbu studio selama program berita El Noticiero. Kejadian tersebut disiarkan secara langsung, menunjukkan para pria bersenjata muncul di kamera sementara beberapa karyawan berbaring di lantai, dan terdengar teriakan “Jangan tembak!” sebelum sinyal akhirnya terputus.
Pada saat yang sama, wartawan dan operator kamera dari stasiun tersebut memohon bantuan di grup pesan, menyatakan kepanikan mereka ketika para penjahat beraksi di dalam gedung
Alina Manrique, kepala pemberitaan TC Television, memberikan keterangan bahwa dia berada di ruang kendali di seberang studio ketika sekelompok pria bertopeng memasuki gedung. Salah satu dari mereka menodongkan pistol ke kepalanya dan memerintahkannya untuk berbaring.
Kemudian, komandan polisi César Zapata menyatakan di saluran TV Teleamazonas bahwa petugas berhasil menyita senjata dan bahan peledak yang dibawa oleh para penyerang bersenjata tersebut. Sebanyak 13 orang ditangkap, dan Zapata menyebut tindakan tersebut sebagai “tindakan teroris.”
Baca juga: Menlu Singgung Hutang Kemerdekaan Palestina di Gedung Merdeka Bandung
Baca juga: Tiga Bulan Genosida di Gaza Sudah Menghilangkan 22.835 Korban Jiwa
Serangan ini terjadi dalam konteks gelombang kekerasan yang melibatkan berbagai tempat di seluruh Ekuador, terutama di penjara-penjara. Pada malam hari, Peru mengumumkan keadaan darurat di sepanjang perbatasannya dengan Ekuador, dengan Perdana Menteri Alberto Otarola menyatakan bahwa keadaan darurat tersebut akan melibatkan mobilisasi pasukan militer untuk mendukung polisi di perbatasan.
Presiden Ekuador, Daniel Noboa, mengeluarkan dekrit yang menetapkan 20 geng penyelundup narkoba sebagai kelompok teroris dan memberi wewenang kepada militer Ekuador untuk “menetralisir” faksi kejahatan tersebut “dalam batas-batas hukum kemanusiaan internasional.” Keputusan tersebut diambil setelah Noboa menyatakan keadaan darurat selama dua bulan dan berjanji untuk mengambil alih kendali penjara-penjara di Ekuador, yang telah menjadi tempat terjadinya kekerasan brutal antara geng narkoba, menyebabkan lebih dari 420 kematian narapidana sejak tahun 2021.