Simposium Pusat Perubahan Iklim ITB 2023: Refleksi Tata Kelola Iklim dalam Transisi Energi yang Berkeadilan di Indonesia Pasca COP28 UNFCCC

BACA JUGA: Antisipasi Banjir Gedebage, Jalan Rumah Sakit Bakal Dijadikan Kolam Retensi?

Dari analisis kebijakan, terdapat kesenjangan antara komitmen Pemerintah Indonesia terhadap NDC, kebijakan nasional, dan program untuk mencapainya, di mana pengembangan energi terbarukan tidak lebih disukai daripada pengembangan energi berbasis batubara. Dalam sektor energi di Indonesia, upaya pencapaian NDC masih menghadapi tantangan besar seperti dilema batubara, trilema energi, kerangka hukum yang tidak memadai untuk mendukung investasi menuju pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, dan proses birokrasi yang rumit.

Pengembangan energi terbarukan membutuhkan kerangka hukum yang kuat untuk menarik investasi asing. Dalam studi tahun ketiga (2022), ditemukan bahwa keterlibatan sektor swasta dalam pengembangan EBT diperlukan, terutama di negara-negara berkembang di mana pendanaan publik tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan iklim dan kurangnya kapasitas pemerintah lokal dalam pembangunan EBT.

Pendanaan untuk EBT di Indonesia masih terbatas meskipun EBT dimaksudkan untuk menjadi kontributor pertama dalam pengurangan emisi GRK. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan EBT.

Namun, di sisi lain, Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan dalam tata kelola energi, seperti ekonomi yang tidak stabil, peraturan dan kebijakan yang rumit, dan investor kurang tertarik untuk mengembangkan EBT. Praktek informal dalam tata kelola Indonesia telah memungkinkan pembuatan dan implementasi kebijakan energi yang menguntungkan sektor batubara daripada energi terbarukan, khususnya dalam isu trilema energi.

BACA JUGA: Gedebage Banjir Mulu, Apa Upaya Pemkot Bandung?

Peran kepemimpinan nasional harus diperkuat untuk mencapai NDC pada tahun 2030 dan transisi ke Net Zero Emission pada tahun 2060. Sektor swasta dapat berkontribusi secara substansial pada kemajuan sektor energi terbarukan dalam hal pembiayaan, dan/atau kontributor riset dan pengembangan (R&D).

Tiga kondisi utama tetap penting dalam menerapkan instrumen kebijakan yang diusulkan yaitu, agenda konvergensi yang mengarah ke energi terbarukan dalam pembuatan kebijakan energi, membangkitkan peran dan struktur DEN, dan peningkatan BPDLH sebagai manajer dana lingkungan di Indonesia.

Sementara itu pada tahun 2023, studi tahun keempat telah mengidentifikasi model tata kelola iklim-energi Indonesia melalui kerangka pengelolaan iklim, termasuk aktor/institusi kunci, kebijakan kunci, proses kebijakan, dan pembiayaan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan