JABAR EKSRPES – Ajaran tradisi melakukan tahlilan, saat peringatan kematian anggota keluarga, di penghitungan hari tertentu ternyata diajarkan dalam salah satu kitab.
Hal ini diungkapkan seorang ulama Ustadz Abu Al Rasyid dalam salah satu unggahannya di media sosial facebook dengan nama akun @bljrsunnah.
Melakukan tahlilan setelah ada anggota keluarga yang meninggal, biasanya dilakukan pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, ke-1000.
Peringatan kematian biasanya dilakukan dengan memanggil masyarakat sekitar, baik tetangga atau keluarga dekat untuk datang kerumah orang yang meninggal dan melakukan doa bersama.
Baca juga : Cara Menghitung Peringatan Kematian, 7 Hari 40 Hari hingga 1000 Hari
Selain itu ada juga yang melakukan tahlian setiap hari kamis malam, atau malam jumat tujuannya untuk mengirim doa bagi arwah keluarga yang sudah meninggal.
Menurut Ustadz Abu Al Rasyid, tradisi tahlilan ini tidak ada dalam tuntunan ajaran Islam. Dia justru menemukannya di kitab agama Hindu yakni kitab samawedha samhita.
Didalam kitab tersebut, tepatnya di buku satu, bagian satu, hal. 20, tertulis “Purwacika prataka prataka pramoredya rsi barawajah medantitisudi purmurti tayurwantara mawaeda dewata agni candra gayatri ayatna agna ayahi withaigrano hamyaditahi liltastasi barnesi agne.”
Jika diartikan kira-kira seperti ini:
” Lakukanlah perngorbanan pada orangtuamu dan lakukanlah kirim doa pada orantuamu dihari pertama, ketiga, ketujuh, empat puluh, seratus, mendak pisan dan mendak pindo. ”
Dari penjelasan kitab tersebut, disimpulkan oleh Ustadz Abu Al Rasyid, bahwa tahlilan adalah acara ritual dari umat hindu atau kebiasaan turun temurun dari nenek moyang, yang bukan dari ajaran Islam.
Baca juga : Doa dan Dzikir Malam Jumat, Paling Mudah Dihafal dan Mustajab
Dia lalu memberikan pandangan, bagaimana bila tradisi tersebut sudah sering dilakukan oleh pendahulunya, maka beliau menjelaskan dengan memberikan dalil sebagai berikut:
Allah Ta’ala berfirman :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلاَ يَهْتَدُونَ
“Dan jika dikatakan kepada mereka, ‘Marilah kalian kepada apa yang Allah turunkan kepada Rasul’, niscaya mereka berkata, ‘Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami berada padanya.’ Apakah (mereka tetap bersikap demikian) meskipun bapak-bapak mereka tidak mengetahui sesuatu apapun dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al-Maidah: 104)