Tolak UMK Naik Rp30 Ribu, Buruh Minta Segini!

JABAR EKSPRES – Ribuan massa yang tergabung dalam Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPTSK-SPSI) serta Serikat Pekerja Nasional (SPN), FSB KIKES KSBSI Kabupaten Sukabumi, melakukan aksi unjuk rasa pada Kamis, 23 November 2023.

Unjuk rasa itu dilangsungkan di halaman kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Sukabumi. Aksi tersebut untuk mengawal penetapan UMK tahun 2024.

Dalam perundingan yang dihadiri unsur Pemerintah, Serikat Pekerja, serta pengusaha, tetapi belum menemukan titik temu yang disepakati untuk besaran kenaikan UMK tahun 2024 di Kabupaten Sukabumi.

Dikonfirmasi pada ketua SPTSK SPSI Kabupaten Sukabumi, Moch Popon mengatakan bahwa pihaknya masi berpegang teguh pada menolak kenaikan UMK yang berkisar Rp30 ribu.

BACA JUGA: SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi: Omnibus Law Tak Berikan Perubahan pada Sukabumi

“SPTSK SPSI Kabupaten Sukabumi tetap pada pendirian semula. Yaitu, menolak kenaikan UMK 2024 sebesar Rp30 ribu perak. Karena, itu tidak rasional dan sangat merugikan kaum buruh,” ujarnya melalui rilis yang diterima oleh Jabar Ekspres pada Kamis, 23 November 2023.

Kemudian, dirinya juga menyayangkan sikap dari pihak pengusaha yang hanya mengusulkan menaikan UMK 2024 sebesar Rp17 ribu.

“Unsur pengusaha hanya mengusulkan kenaikan sebesar Rp17.161 atau sekitar 0,5% dari upah yang ada saat ini, sebesar Rp3.351.889. Usulan sangat tidak masuk akal. Sebab, bukan hanya akan merugikan buruh, tapi juga bisa merugikan perusahaan sendiri karena merosotnya etos kerja buruh akibat tidak naiknya upah buruh atau hanya sekitar Rp17 ribu perak,” jelasnya.

BACA JUGA: Miliki Sumur Bor Kering, Komandan Kodim 0607/Kota Sukabumi Remisi Mata Air Baru

Sementara itu, Popon menerangkan bahwa usulan yang diajukan oleh pihaknya itu hanya sebesar 7,47 persen.

“Serikat Pekerja mengusulkan dengan menggunakan formula inflasi, ditambah dengan pertumbuhan ekonomi (2,35 persen + 5,12 persen). Yakni, sebesar 7,47 persen. Formula itu merupakan hal yang realistis, karena itu menunjukkan gambaran riil ekonomi dan daya beli masyarakat yang sesungguhnya. Bukan mengada-ada,” tegasnya. (mg9)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan