KPK Warning Soal Pecah Lelang di DPRD Jabar

JABAR EKSPRES – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut merespon polemik proyek pemeliharaan gedung dan bangunan Kantor DPRD Jawa Barat (Jabar). Hal itu diungkapkan Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK-RI Wawan Wardiana, Rabu (15/11).

Wawan menguraikan, bahwa dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa sudah ada aturan yang jelas dan perlu diikuti sebagaimana mestinya.

“Kalau aturannya tidak boleh ya jangan dilakukan,” ucapnya saat dikonfirmasi terkait pecah lelang menjadi pengadaan langsung yang terjadi pada sejumlah proyek di DPRD Jabar.

Disinggung soal potensi motif perbuatan korupsi, Wawan berpendapat bahwa hal itu tergantung dari niat personalnya.

“Tergantung, kalau memang sudah diniatkan maka perbuatan itu (pecah lelang.red) bisa masuk modus (korupsi.red),” tuturnya selepas kegiatan sosialisasi pencegahan korupsi di Kantor DPRD Jabar itu.

BACA JUGA: Menyoal Modus Pecah Lelang Proyek di DPRD Jabar

Wawan menyarankan, para pelaksana pengadaan barang dan jasa bisa lebih sering berkonsultasi dengan sejumlah pihak. Misalnya dengan para inspektorat ataupun perwakilan KPK di tingkat daerah.

“Bisa didiskusikan dulu. Di sini kan ada inspektorat. KPK juga punya korsub,” terangnya.

Sebelumnya, proyek perbaikan basement Kantor DPRD Jawa Barat (Jabar) ternyata sempat menyisakan masalah. Proyek pada 2022 itu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas audit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022.

Masalahnya, proyek yang semestinya bisa di tender atau lelang tapi justru dipecah menjadi enam paket pengadaan langsung. Akibatnya, proyek itu memiliki catatan kelebihan pembayaran dan pemborosan anggaran karena pembayaran lebih mahal.

Berdasarkan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2022, BPK mencatat bahwa dalam proyek perbaikan struktur itu ada enam penyedia yang menandatangani kontrak. Yakni CV WHA, CV YUP, CV RSD, CV JHK, CV IDB, dan CV CKM. Nilai kontrak pengadaan langsung itu masing-masing tidak jauh berbeda. Nilainya sekitar Rp195 juta. Jika ditotal, keenam paket itu mencapai Rp1,174 miliar.

Menurut BPK, enam paket pengadaan langsung itu dibagi berdasar zona. Tapi tidak ada batas yang jelas antar zona di lapangan dan pekerjaan berada dalam satu hamparan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan