Tekan Kasus TPPO, BP2MI Gandeng IJTI Korda Cimahi-KBB Gelar Sosialisasi Pencegahan

JABAR EKSPRES – Kemiskinan dan pengangguran menjadi pemicu terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Tak sedikit dari mereka tergiur dengan iming-iming gaji besar.

Orang miskin dianggap potensial untuk menjadi buruh migran untuk memperbaiki nasib di tengah keterbatasan kesempatan untuk bekerja di dalam negeri.

Berdasarkan catatan dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pada Juni 2023 lalu, ratusan warga Indonesia ditawan bahkan tak fiberi gajih. Mereka dipaksa bekerja 18 jam.

”Juni lalu warga Kota Cimahi dan Bandung Barat tercatat menjadi korban TPPO di Myanmar. Ini menjadi perhatian semua kalangan, karena itu kami terus lakukan pencegahan melaui sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat,” ungkap Deputi Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Amerika dan Pasifik, Larso Simbolon di Lembang, Kamis (2/11/2023).

Ia mengatakan, dalam kegiatan sosialisasi kali ini, BP2MI menggandeng Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Cimahi-Bandung Barat. Acara yang mengusung tema ‘Indonesia Bergerak Lawan Sindikat’ ini juga turut dihadiri Pj Bupati Bandung Barat, Arsan Latif.

Menurutnya, pencegahan tak hanya bisa melalui pemerintah ataupun lembaga lainnya. Namun, media massa pun menjadi salah satu langkah agar program pencegahan TPPO ini berjalan dengan baik.

”Maka kata kuncinya adalah sinergi dan kolaborasi karena PMI adalah kita, rakyat kita, saudara kita, masyarakat kita dan kita sendiri,” ujarnya.

Selain itu, perlu juga adanya kesadaran bersama yang harus dibangun semua pihak. Namun, mereka harus memiliki kompetensi dan kapasitas sesuai dengan pekerjaan yang mereka dijalani.

”Paling penting harus dilakukan secara prosedural dan kita tidak mau mereka non prosedural,” tuturnya.

”Jadi tindakan non prosedural itu adalah tiket untuk eksploitasi dengan tanpa kontrak dan yang jelas mereka akan rentan,” sambungnya.

Larso menyebut, ada lebih dari 90 persen PMI yang menjadi korban TPPO kembali dalam keadaan sakit dan depresi. Hal itu karena penempatannya dilakukan secara ilegal atau non prosedural.

”Kalau dilakukan secara prosedural mereka akan terhormat, terjaga dan negara akan cepat hadir ketika terjadi apa-apa karena identitas dan kontrak mereka ada di BP2MI,” sebutnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan