KPAID Kabupaten Cirebon Terima 7 Laporan Kasus Perundungan

JABAR EKSPRES — Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Cirebon mencatat 7 kasus perundungan selama periode Januari sampai September 2023 di Kabupaten Cirebon.

Ketua KPAID Kabupaten Cirebon, Fifi Sofiyah menerangkan, jumlah tersebut jauh berkurang dari tahun sebelumnya.

“Tahun lalu sedikit sekali yang paling menonjol kasus perundungan pada disabilitas, kalau tahun ini 7 kasus laporan perundungan, tapi tidak ada yang sampai ke ranah hukum, semua bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” katanya, Selasa 12 Oktober 2023.

Diyakininya, dalam kurun waktu 8 bulan lamanya KPAID Kabupaten Cirebon hanya menerima laporan perundungan anak, sebanyak 7 kasus di Kabupaten Cirebon.

“Kalau kasus bully di Kabupaten Cirebon yang mengadu ke KPAID itu dari bulan Januari-September itu ada, tapi tidak begitu banyak, yaitu jumlahnya 7 kasus,” ujarnya.

Ke-7 kasus tersebut, tidak seramai satu kasus mencolok di tahun 2022 lalu, soal perundungan terhadap seorang disabilitas.

“Kasus-kasus ini memang tidak sampai viral begitu, kasus yang kami tangani saat ini, lebih kepada bullying yang masih bersifat mengejek atau belum menyentuh fisik,” bebernya.

BACA JUGA: Deklarasi Anti Bullying, SMPN 10 Kota Cirebon Bentuk Satgas

Dia memastikan, ke-7 kasus perundungan anak terjadi di lingkungan sekolah, tingkat sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP).

Contohnya, saat KPAID Kabupaten Cirebon mengawal sebuah kasus perlakuan fisik hingga melukai salah satu teman sekolahnya, di saah satu sekolah.

Diceritakannya, awal mula perundungan dari korban yang usir kepada pelaku, pelaku yang meras risi akhirnya memegang bahu korban yang hendak lari hingga terpeleset.

“Akhirnya dengan permintaan maaf dari pelaku, kasus ini selesai dan pihak sekolahan juga menyatakan akan lebih intens mengawasi selama ada di sekolah,” ucapnya.

Kasus lainnya terjadi, di mana seorang guru melakukan tindakan merampas HP yang berdampak kepada si anak tidak mau masuk sekolah, alasannya takut. Anak tersebut merasa cara menegur gurunya tidak bisa diterima.

“Setelah kami mendatangi pihak sekolah dan guru meminta maaf serta orangtua anak ini menerima permintaan maaf, akhirnya anak ini mau lagi bersekolah,” jelas dia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan