JABAR EKSPRES- Nasyirul Falah Amru (Gus Falah), Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mengklarifikasi bahwa tayangan azan yang menampilkan bakal calon presiden Ganjar Pranowo bukan merupakan politik identitas.
Gus Falah menjelaskan bahwa politik identitas adalah upaya untuk menyerang tokoh, kandidat, atau kelompok berdasarkan identitas suku, ras, gender, atau agama tertentu.
“Politik identitas yang harus ditolak adalah memanfaatkan perbedaan ras, etnis, gender, atau agama untuk kepentingan politik tertentu,” ujar anggota DPR tersebut dalam keterangan tertulis di Jakarta pada Rabu (13/9/2023).
BACA JUGA : Rocky Gerung Kembali Melakukan Pemeriksaan Oleh Bareskrim Polri Hari ini
Gus Falah memberi contoh bahwa politik identitas pernah digunakan untuk menyerang Megawati Soekarnoputri pada Pemilu 1999, dengan menyebarkan propaganda bahwa perempuan tidak dapat menjadi pemimpin, dan menggunakan dalil agama sebagai pembenaran.
“Ini adalah politik identitas, yaitu menyerang identitas orang lain, dalam hal ini gender, dengan menggunakan agama sebagai alasan untuk tujuan politik,” jelasnya.
Selain itu, politik identitas juga terlihat pada Pemilu Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017, dengan propaganda ajakan untuk tidak memilih kandidat dari agama tertentu.
Contoh lain dari politik identitas muncul pada Pilgub Sumatra Utara (Sumut) 2018, di mana isu warga asli dan pendatang digunakan.
BACA JUGA : Resmi Berkoalisi, Cak Imin Optimis PKB dan PKS Bisa Bersatu
“Misalnya pada Pilgub Sumut, ada serangan terhadap calon tertentu yang dianggap bukan orang asli Sumut. Politik identitas ini berfokus pada penyerangan terhadap tokoh atau kelompok dengan identitas khusus,” paparnya.
Mengenai tayangan azan yang menampilkan Ganjar Pranowo dan di duga politik identitas , Gus Falah menyatakan bahwa tidak ada upaya menyerang identitas tokoh atau kelompok lain. “Oleh karena itu, tayangan tersebut bukan merupakan politik identitas,” tandasnya.
