URGENSI BERPIKIR KRITIS DI TAHUN POLITIS

Oleh: Budi Gayo SH MH

BERANGKAT dari situasi hari ini, tahun 2023 sampai dengan tahun 2024 tentu kita sepakati bersama sebagai tahun politik. Hal tersebut memang tidak bisa dipungkiri mengingat negara Indonesia adalah negara demokrasi sehingga dituntut untuk terus melakukan regenerasi kepemimpinan, mulai dari tingkat lokal hingga kepemimpinan nasional. Tentu regenerasi kepemimpinan tersebut harus melalui mekanisme dan tahapan yang kita sebut sebagai Pemilihan Umum (Pemilu).

Pemilu 2024 yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 di antaranya pemilihan presiden dan legislatif kemudian pada 27 November 2024 disusul oleh pemilihan gubernur, wali kota dan bupati dikenal sebagai pemilu serentak. Sehingga pemilu mendatang memiliki tantangan tersendiri mengingat pemilu pada periode ini berbeda dengan pemilu pada periode sebelumnya. Pemilu 2024 akan menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kesulitan hak pilih lantaran banyaknya surat suara, adanya irisan tahapan penyelenggaraan yang akan berjalan bersamaan antara pemilu dan pilkada, serta pemutakhiran data pemilih disinyalir akan menjadi masalah pada Pemilu 2024.

Di samping masalah tekhnis yang dijabarkan di atas, ada problem yang lebih tidak kalah penting untuk diperhatikan, misalnya politik identitas yang dibenturkan dengan isu suku, ras, agama, adat-istiadat dan antar golongan (Sara) yang digunakan oleh oknum peserta pemilu, selanjutnya isu politik uang, menguatnya populisme, hadirnya calon peserta pemilu yang merupakan mantan narapidana korupsi, serta politik dinasti yang menjadi tantangan yang sangat berat dalam jalannya Pemilu 2024.

Tentu fenomena-fenomena diatas sedikit tidaknya sudah masyarakat rasakan minimal sampai hari ini. Sehingga konsekuensi logis daripada keadaan ini akan menimbulkan masalah-masalah baru baik sebelum maupun sesudah pemilu serentak ini dilaksanakan. Masyarakat juga semakin tidak percaya pada hal-hal yang bersentuhan dengan politik. Keadaan semacam ini dipicu oleh banyak faktor tentunya, mulai dari visi misi peserta pemilu yang dinilai tidak rasional, tidak adanya gagasan baru dari calon yang ikut bertarung pada kontestasi pemilu 2024, sehingga masyarakat merasa dimanfaatkan dan menjadikan mereka sebagai komoditas politik. Edukasi politik dipandang perlu untuk menjadi modal masyarakat dalam menghadapi Pemilu 2024. Tak dipungkiri, berbagai sisi negatif menjadikan masyarakat apatis terhadap pesta demokrasi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan