JABAR EKSPRES- Pihak Jaksa Peneliti yang bertugas di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengembalikan berkas perkara (P-19) terkait dugaan penistaan agama atas nama tersangka Panji Gumilang kepada penyidik. Tujuannya adalah untuk melengkapi berkas tersebut baik secara materi maupun formal.
“Tim jaksa peneliti (P-16) berpendapat bahwa berkas perkara atas nama tersangka ARPG (Abdussalam Rasyid Panji Gumilang) belum lengkap secara formil dan materil,” ungkap Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI, dalam pernyataannya di Jakarta pada hari Rabu.
Ketut menjelaskan bahwa berkas tersebut dikembalikan kepada penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri dengan harapan akan dilengkapi sesuai arahan dari pihak jaksa.
“Perlu dilengkapi atau dipenuhi oleh Tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri sesuai dengan petunjuk Jaksa,” kata Ketut.
Berkas perkara terkait dugaan penistaan agama yang melibatkan Panji Gumilang sebelumnya telah dilimpahkan oleh penyidik Bareskrim Polri ke Kejaksaan Agung pada tanggal 16 Agustus.
Baca juga: Tidak Dibubarkan, Ridwan Kamil Sebut Ponpes Al Zaytun akan Dibina Kemenag
Selain itu, Ketut juga menyebut bahwa selain mengembalikan berkas, jaksa peneliti juga menjalin koordinasi dengan penyidik Bareskrim Polri untuk mempercepat proses penyidikan.
“Dalam rangka memanfaatkan waktu yang diberikan oleh undang-undang, jaksa peneliti akan berkoordinasi dengan pihak penyidik,” tambahnya.
Baca juga: Update Kasus Panji Gumilang, Bareskrim Polri Sita 31 Barang Bukti dari Ponpes Al Zaytun
Sebelumnya, Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah menetapkan tersangka dan menahan Panji Gumilang sejak tanggal 2 Agustus 2023. Masa penahanan Panji Gumilang pun telah diperpanjang selama 40 hari setelah berakhirnya masa penahanan awal selama 20 hari.
Masa penahanan Panji Gumilang telah diperpanjang dari tanggal 22 Agustus hingga 30 September 2023.
Panji Gumilang dihadapkan pada tuduhan terlibat dalam tindak pidana dengan sengaja melakukan tindakan yang berpotensi menyebabkan permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia di hadapan umum. Ia juga diduga menyebarkan berita palsu serta informasi yang berpotensi menimbulkan keonaran di masyarakat, dan tanpa hak menyebarkan informasi dengan tujuan menciptakan rasa kebencian atau permusuhan di kalangan individu atau kelompok berdasarkan Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA). Peristiwa ini terjadi di Pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, dan di beberapa wilayah di Indonesia.