JABAR EKSPRES- Bandung sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja, ketenangan dan ketentraman telah mengusik warga Dago Elos. Kericuhan antara warga dan aparat dipicu setelah laporan terkait sengketa lahan ditolak oleh kepolisian. Massa yang tidak puas dengan keputusan tersebut akhirnya memblokir jalan Dago sepanjang 300 meter pada pukul 21.00 pada Senin malam.
Setelah berupaya bernegosiasi untuk meminta penghentian blokir jalan yang disebabkan oleh tindakan pembakaran ban, aparat kepolisian akhirnya mengambil keputusan untuk melaksanakan tindakan pembubaran secara paksa. Dalam pelaksanaan tindakan pembubaran paksa tersebut, terjadi reaksi perlawanan dari kelompok massa, sehingga pihak kepolisian menambah jumlah personel dan menggunakan kendaraan lapis baja serta gas air mata untuk meredakan situasi.
Kronologi Awal
Berdasarkan laporan dari @BdgBergerakID (Bandung Bergerak ID) di Twitter, Kasus yang menjerat warga Dago Elos ini bermula pada 2016. Saat itu Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Supendi Muller (keluarga Muller) mengklaim tanah yang telah warga huni berpuluh tahun itu sebagai warisan dari kakek mereka George Hendrikus Wilhelmus Muller
melalui penetapan ahli waris bernomor 687/pdt.p/2013 yang dikeluarkan oleh pengadilan agama kelas IA Cimahi.
Tanah itu diklaim dari Eigendom Verponding atau hak milik dalam produk hukum pertanahan kolonial Belanda. Tanah seluas 6,3 ha itu terbagi tiga Verponding: nomor 3740 seluas 5.316 meter persegi, nomor 3741 seluas 13.460 meter persegi, dan nomor 3742 seluas 44.780 meter persegi.
Berbekal dokumen tersebut, keluarga Muller menggugat warga di Pengadilan Negeri Kota Bandung pada 2016. Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi (2017).
Keluarga Muller memberikan kuasa kepada kuasa hukum dari PT Dago Intigraha (sebagai penggugat IV).
Melalui PT Dago Intigraha, keluarga Muller menggugat warga Dago Elos yang terdiri dari 335 orang yang tinggal di Kampung Cirapuhan dan Dago Elos RW 1, RW 2, dan RW 3.
Tak hanya itu, pemerintah juga turut tergugat dalam kasus ini melalui sejumlah asetnya berupa tanah dan perkantoran, yaitu Kantor POS dan Giri, dan Terminal Dago.
Namun dalih yang dipakai penggugat bertentangan dengan surat jawaban Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kota Bandung tertanggal 24 Oktober 2016