JABAR EKSPRES – Pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) terus berjalan. Meskipun belum 100 persen rampung, menurutnya target pembangunan akan diselesaikan tahun ini.
Menurut Kuasa Hukum Kementerian Agama, Misrad menegaskan, tanah pembangunan UIII adalah tanah milik pemerintah, dan saat ini sedang berjalan proses Proyek Strategis Nasional (PSN), yang sudah ditargetkan selesai tahun 2024.
Menurutnya saat ini projek tetap berjalan, penertiban dan pengosong akan segera dilaksanakan. Pengosongan dan penertiban sedang proses.
“Projek tetap berjalan, penertiban dan pengosong akan segera dilaksanakan,” kata Misrad.
Menurutnya, saat ini pembangunan sudah berjalan 60 persen, sisanya tinggal finishing.
BACA JUGA: Banyak Warga Parkir Liar, Dishub Kota Depok Siapkan Aturan Denda Parkir
“Pembangunan sudah berjalan 60 persen, target selesai sebelum pelantikan presiden baru,” kata Misrad.
Terkait kisruh tentang kepemilikan tanah UIII, Misrad menjelaskan jika ada warga yang keberatan dan menuntut ganti rugi kepada UIII, mereka telah melakukan gugatan ke Pengadilan Negari (PN) Depok. Tapi, gugatan mereka tidak dapat diterima, berdasarkan putusan PN Depok.
“Ada warga yang meminta ganti rugi. Padahal, sebetulnya mereka itu bukan penduduk situ dan tidak menguasai fisik tanah itu. Mereka itu di luar sini dan menurut ceritanya sejak tahun 1965 sudah tidak menempati ini. Jadi tidak tahu juga batas-batas tanah, di mana tanahnya itu. Jadi, biasalah mereka itu mencari-cari kesempatan, siapa tahu dapat, kan gitu,” Kata Misrad.
Terkait tuntutan warga, Misrad menjelaskan pemerintah tidak dapat memenuhi sepanjang tidak ada dasar hukumnya.
BACA JUGA: Keresahan Mahasiwa UIN SGD Bandung Dengan Polisi Tidur, G-nya Bukan Gunung Lagi Tapi Gajlukan
“Tentu tidak bisa kita penuhi apa yang ingin menjadi keinginan mereka. Terutama minta ganti rugi. Karena terhadap tanah ini, siapa pun tidak ada yang namanya ganti rugi. Semua itu hanya diberikan uang santunan. (Uang santunan) Itu berdasarkan peraturan Presiden No. 62 Tahun 2018, bukan ganti rugi,” ujarnya.
Misrad menjelaskan alasan pemerintah hanya memberikan santunan kepada warga penggarap yang memenuhi syarat karena tanah tersebut sudah bersertifikat sejak tahun 1981 atas nama Departemen Penerangan. Kemudian dialihkan sertifikat Kementerian Agama. Jadi, statusnya menjadi tanah/aset Pemerintah Republik Indonesia.