“Karena sepakat 1-6 Agustus adalah masa sosialisasi atau informasi untuk masyarakat. Diberlakukan 7 Agustus,” kata Mary Liziawati Rabu (2/8).
Menurutnya, sebelumnya Pemkot Depok juga sudah memiliki regulasi tentang tarif pelayanan Puskesmas yang tertuang dalam Perwal no.61 tahun 2016, karena menurutnya Puskesmas sudah menjadi BLUD sehingga perlu ada penetapan harga.
“Puskesmas sudah menjadi BLUD sehingga perlu ada penetapan tarif karena jika Puskesmas belum menjadi BLUD namanua retribusi, tidak menggunakan perda. Jadi sebelum itu di tahun 2010 kita juga punya perda no.10 tahun 2010 tentang pelayanan kesehatan dan tarif retribusi puskesmas,” kata Mary Liziawati.
Dia berharap BLUD bisa memenuhi biaya operasional yang menjadi beban untuk operasional Puskesmas secara mandiri.
“Sebelum jadi BLUD Puskesmas pakai sistem retribusi, setelah jadi BLUD diberlakukan sistem tarif,” tukas Mary Liziawati.
Sebelum benar-benar memberlakukan, pihaknya mengaku telah melakukan uji banding dengan Cirebon, Tangsel, Bogor, Bekasi dan Jakarta Selatan.
“Hasilnya tarif layanan di Depok paling rendah diantara kota kab lain, sehingga perlu ada penyesuaian tarif untuk meningkatkan mutu layanan,” tukas Mary Liziawati.
BACA JUGA: Komisi A DPRD Kota Depok Dorong Pemkot Digitalisasi Aset Daerah
Dia juga mendorong agar masyarakat mau ikut JKN atau KIS, karena menurutnya selama ini masyarakat Kota Depok merasa biaya pengobatan di Kota Depok murah hanya dengan Rp.2 ribu.
“Kami juga mendorong masyarakat supaya ikut JKN atau KIS, karena selama ini kalau ke Puskesmas cuma bayar Rp.2 ribu, misal sakit parah dan harus dirujuk mereka tinggal pakai bansos,” kata Mary Liziawati.
Seperti diketahui tarif layanan rawat jalan pagi di puskesmas bagi warga Depok menjadi Rp.10 ribu. Sementara untuk layanan sore, layanan gawat darurat, dan di hari libur dikenakan tarif Rp.15 ribu.
Tarif layanan kesehatan pagi bagi warga non-Depok senilai Rp.20 ribu. Kemudian layanan sore, layanan gawat darurat, dan di hari libur dipatok Rp.30 ribu. (mg10)