JABAR EKSPRES – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto penuhi panggilan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.
Airlangga siap hadiri undangan tersebut untuk dimintai keterangan sebagai saksi di kasus perizinan ekspor CPO atau minyak goreng.
Menko Airlangga tiba di Kejaksaan Agung pada hari ini Seni, 24 Juli 2023 sekitar pukul 08.24 WIB.
Sebelumnya, pada hari Sabtu, 22 Juli 2023 Kepala Pusat Perangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan sudah melayangkan surat pemanggilan kedua kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Ketut Sumenda pun berharap Airlangga dapat memenuhi panggilan pemerikasaan pada hari ini dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
BACA JUGA: Band Inggris The 1975 Batal Manggung di WTF Jakarta
Pada hari Selasa, 18 Juli 2023 penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus Kejagung tidak jadi memeriksa Menko Perekonomian Airlangga dalam penanganan dugaan korupsi CPO.
Namun, Ketut menyebut ia belum mengetahui Airlangga dimintai keterangan untuk penanganan kasus lainnya.
“Saya belum mendengar kalau sampai beliau sampai ke saksi jadi kasus BTS ya, sampai saat ini dari tim penyidik belum ada informasi mengenai hal iti, kalau ke depannya mungkin ada panggilan, kita akan sampaikan, sampai saat ini belum ada,” ujar Ketut.
Sebagai informasi tambahan, ada tiga korporasi yang terseret dalam kasus korupsi CPO, yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup.
Ketiganya terbukti dalam perkara tersebut berdasarkan putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,47 triliun.
Penyelidikan perkara ini adalah pengembangan dari kasus sebelumnya yang melibatkan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya dari Januari 2021 hingga Maret 2022.
BACA JUGA: Momen Sheila on 7 Tampil di WTF Jakarta, Duta: Hi, I’m Matt
Kasus tersebut telah diselesaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah memperoleh putusan hukum tetap (inkrah) setelah proses kasasi.
Kelima terdakwa dalam kasus ini telah dijatuhi hukuman pidana penjara dengan rentang waktu 5 hingga 8 tahun.