Mbak Ika Sang Penjelajah Laut: Menyadari Hidup Bukan Cuma Urusan Kerja, Berlayar Menjadi Passionnya!

JABAR EKSPRES – Ika Permatasari-Olsen, seorang perempuan asal Surabaya, kini mengerti betul bahwa hidup tak hanya berputar di sekitar pekerjaan semata. Setelah berlayar di lautan selama bertahun-tahun, Ika semakin termotivasi untuk mengkampanyekan pentingnya budaya pelayaran di kalangan generasi muda Indonesia.

Tengah malam di perairan Mediterania, Ika dan suaminya, Oyvind Olsen, berjuang keras menghadapi ombak dan badai yang melanda yacht mereka. Suasana sangat menegangkan. Air hujan dan gelombang menggulung masuk ke dalam kokpit Yacht Beneteau 57. Pasangan suami istri ini sedang melakukan perjalanan dari Spanyol menuju Norwegia.

Keadaan semakin memburuk. Sistem kendali otomatis kapal mati total. Mereka tak punya pilihan selain mengemudikan kapal secara manual, terlebih lagi setelah sistem kendali hidrolik juga mengalami kerusakan.

Mengutip dari DW Indonesia Ika, yang berada di belakang kemudi kapal, mengungkapkan bahwa setir manual kapal terasa sangat berat. Ia dan suaminya saling bergantian mengemudikan kapal. Bahkan, Ika hampir terlempar ke laut ketika mengingat pengalaman itu.

“Ya namanya di tengah badai, gimana ya? Akhirnya kapal goyah-goyah, dan semuanya di dalam kapal jatuh berantakan,” ungkap Ika kepada DW Indonesia.

Menjaga ketenangan adalah hal penting yang harus dimiliki oleh siapa pun yang tertarik terjun ke dunia pelayaran, kata Ika. Meski terdengar mudah diucapkan, namun pada kenyataannya cukup sulit, terutama ketika menghadapi situasi genting.

Baca Juga: Kehabisan AC di Bumi? Begini Cara Menghadapi Gelombang Panas Akibat Perubahan Iklim

Harus Mampu Menyelamatkan Diri Saat menerima ajakan suaminya untuk hidup di kapal, Ika awalnya khawatir karena menyadari bahwa dia tidak bisa berenang. Apa yang harus dia lakukan jika tiba-tiba terjatuh ke laut?

“Di kolam renang aja aku ga bisa berenang, apalagi kalau jatuh ke laut. Kayak yang orang Surabaya bilang, ‘Ulo marani gepuk!’ ” ujar Ika dengan logat Surabaya khasnya. Dia menggambarkan pilihan hidupnya seperti seseorang yang mendekati bahaya besar, seperti pepatah yang sering digunakan di daerah asalnya.

Sebagai seseorang yang tidak memiliki latar belakang pelaut, Ika tetap memutuskan untuk hidup di laut. Ia tidak ingin menyesal jika tidak mengambil keputusan ini, karena baginya hidup hanya sekali.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan