Stasiun Cicalengka Jadi Saksi Bisu Sejarah dan Ciptakan Kenangan Manis, Warga Tolak Perombakan Bangunan

“Jangan sampai dihilangkan. Karena ingatan bisa terulang dari penciuman, pendengaran dan penglihatan. Maka setiap diam di Stasiun Cicalengka, melihat bangunan masih mirip dengan dulu, suara bel statiun itu bikin saya teringat masa lalu,” imbuhnya dengan sorotan mata khawatir Stasiun Cicalengka berubah bentuk.

Melansir dari situs heritage.kai.id, Pemerintah Hindia Belanda membangun jaringan kereta api Buitenzorg (Bogor) – Bandung – Cicalengka sepanjang 184 km.

Sebelumnya, jaringan kereta api Jakarta – Bogor sudah dibangun oleh perusahaan kereta api swasta, Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) tahun 1873 lalu. Jaringan kereta api Bogor – Bandung – Cicalengka sebagai jaringan kereta api pertama di wilayah Priangan (Bandung) yang dibangun oleh Staatssporwegen (SS), sebuah perusahaan kereta api milik pemerintah.

Sebagai salah satu tempat pemberhentian, SS membangun stasiun besar di tengah Bandung. Pembangunan Stasiun Bandung dimulai pada tahun 1882 lalu.

Pembangunan pertama meliputi Stasiun Bandung yang diresmikan pada tahun 1884. Pembangunan pertama dipimpin oleh arsitek sekaligus arkeolog, Jan Willwm Ijzerman. Desain Stasiun Bandung awal mirip dengan Stasiun Surabaya Gubeng, memiliki ciri khas bangunan stasiun milik SS era 1884 hingga 1909 lalu.

Stasiun Bandung dapat rampung pada 16 Mei 1884, esoknya perjalanan kereta Bogor-Bandung-Cicalengka diresmikan untuk umum.

“Saya mendukung adanya pemaksimalan fasilitas dan pelayanan kereta api jadi lebih baik. Tapi untuk Stasiun Cicalengka saya harap jangan sampai merubah bentuk bangunan lama,” bebernya yang kini mulai duduk tegap di ataa sofa.

“Karena menurut saya sejarah ada untuk menjadi motivasi dan membentuk peradaban suatu wilayah. Sayang kalau Stasiun Cicalengka harus dihilangkan bentuk bangunan lamanya,” tukas Dedeng.

BACA JUGA : Peraih Beasiswa Unggulan Tak Gengsi Jualan Brownies

Sementara itu, salah seorang pedagang di depan Stasiun Cicalengka, Ate (62) warga Desa Cikuya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung menuturkan, kondisi bangunan yang menemaninya berjualan itu sudah tak 100 persen serupa dengan kondisi tempo dulu.

“Bangunan zaman dulu sama sekarang kalau dilihat sekilas mungkin masih sama, gak banyak berubah. Tapi kalau diperhatikan ada berdanya, misalkan jendela itu kondisi lama benar-benar besar dan sekarang sudah diganti tidak seperti saat dulu lebar jendelanya,” tuturnya dengan kerudung dan baju gamis panjang berwarna hijau.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan