Momentum May Day, Aliansi Buruh Bandung Raya Soroti Sistem Pengupahan dan Jam Kerja yang Tidak Sesuai

BANDUNG, JABAR EKSPRES – Sistem pengupahan dan jam kerja yang tidak sesuai menjadi penyakit yang selalu beriringan dengan para kaum buruh, di negeri yang katanya makmur akan kekayaan alam.

Kesewenangan para majikan, bos-bos besar industri, dan para penguasa negara menyebabkan tingkat ekonomi para kaum buruh di Indonesia Raya, jauh dari kata sejahtera.

Salah satu perwakilan massa aksi Aliansi Buruh Bandung Raya, Ijul menuturkan bahwa bagaimana buruh bisa sejahtera, apabila upah yang dibayar tidak sesuai kriteria. Tak jadi kaya, malah menderita diserang penyakit yang ada.

“Bagaimana kami bisa sejahtera, apabila upah kami tak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari dan kami terancam berbagai penyakit berbahaya, yang mengancam kesehatan fisik dan mental akibat jam kerja panjang,” ujarnya.

BACA JUGA: Cerita Mami-Mami Kreatif Momika Ecoprint Bandung, Hasilkan Motif Kain Alami dari Daun dan Bunga

Selain itu, pihaknya menyoroti tentang kaum buruh perempuan yang mengemban tugas berat di ranah domestik dan produksi. Namun realita yang sering terjadi, kerja ekstra yang dilakukan kadang tak dihitung oleh para pengurus publik bagian pemburuhan.

“Sebagai perempuan tangguh, mereka akan terbangun di pagi hari melakukan aktivitas mencuci, memasak, membereskan rumah hingga mengurus keluarga dan lalu pergi bekerja,” katanya.

“Kerja yang dilakukan buruh perempuan sama sekali tidak dihitung oleh para majikan atau pengurus publik bagian perburuhan,” tambahnya.

Para buruh hanya dijadikan alat agar produksi tidak molor, dan keuntungan bisa terus didapatkan. Tanpa memikirkan kesehatan para pekerja, mengenyampingkan hak-haknya, dan upah jam kerja tidak diberikan bagaimana semestinya.

BACA JUGA: May Day, Kabupaten Bandung Sepi Aksi Buruh

“Mereka hanya menganggap tugas perempuan di ranah domestik hanyalah untuk meregenerasi tenaga kerja cadangan berikutnya,” jelasnya.

Selain itu, polemik cuti haid selalu menjadi persoalan yang haknya tidak sepenuhnya didapatkan oleh seluruh pekerja perempuan. Hal ini yang kini terus diupayakan agar hak tersebut bisa didapatkan oleh para kaum wanita.

“Ketika sudah berada di tempat kerja, para buruh perempuan harus berhadapan dengan majikan yang menghalang-halangi hak cuti haid agar buruh perempuan tetap bekerja dan diperas keringatnya,” pungkasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan