Perkumpulan Indonesia Muda Jabar Gelar Diskusi Politik “Indonesian Politics”

BANDUNG – Situasi politik nasional yang tidak memihak pada wacana menunda Pemilu 2024 orkestrasi yang memunculkan narasi perpanjangan masa jabatan Presiden, jabatan Presiden 3 periode hingga perubahan sistem proporsional terbuka menjadi tertutup dan lainnya.

Menurut Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Indonesia Muda (PIM), Suryawijaya, orkestrasi ini untuk memunculkan situasi ketidakpastian tahapan menuju Pemilu 2024 yang saat ini sedang berlangsung.

“Orkestrasi ini kan ujungnya sama. Orkestrasi 3 periode, penundaan pemilu dan lainnya. Narasinya sama yakni perpanjangan masa jabatan Presiden dan Legislatif,” ujar Surya sapaan akrab Surwijaya dalam diskusi politik Di Balik Putusan PN Jakarta Pusat, Sabtu (4/3).

Surya menegaskan, untuk mencegah interpretasi tersebut, maka Presiden, para petinggi negara dan Ketua Partai Politik harus punya komitmen kenegaraan dengan menjaga komitmen bahwa pemilu 2024 harus terlaksana.

“Hal ini menjadi ujian demokrasi, karena para elite politik harus menjaga demokrasi sekaligus menghormati proses hukum yang saat ini tengah berlangsung,” tegasnya.

Surya tak menampik jika proses hukum tidak bisa diintervensi apalagi hanya kepentingan hasrat politik. tapi, Presiden bisa duduk bersama Mahkamah Agung (MA), Ketua MPR, Ketua DPR dan ketua lembaga tinggi negara lainnya, guna mempercepat proses hukum yang tengah berlangsung.

“Dengan seperti ini, penghargaan terhadap hukum tetap ada, dan proses keberlangsungan demokrasi tetap berjalan dengan baik,” tandasnya.

Surya menambahkan, pemilu akan selalu menghadirkan harapan bagi masyarakat. maka, jika sampai pemilu ini ditunda bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat akan menurun dan jika hal ini terjadi bisa berbahaya.

“Masyarakat akan kehilangan kepercayaan dan menjadi apolitik. Bagaimana jika nanti

partisipasi (masyarakat) kurang dari 50 persen dalam pemilu, hal ini kan berbahaya,” tambahnya.

Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus waspada agar orkestrasi penundaan pemilu ini tidak benar-benar terjadi.

Sementara itu, Dosen Hukum Tata Negara Unisba, Wicaksana Dramada mengatakan, proses gugatan Partai Prima Kepada KPU bisa dikatakan cacat hukum. Karena dalam rezim hukum pemilu, sudah diatur tata cara jika calon peserta pemilu merasa hak nya telah dilanggar.

“Secara sistem, mereka harusnya melayangkan gugatan pada Bawaslu. Jika masih belum puas dengan keputusan Bawaslu bisa naik banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Area ini yang seharusnya digunakan oleh Partai Prima,” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan